Manajemen Ibadah Ramadan

Refleksi Kehidupan
1

 

Ada teori sederhana yang sering dikemukakan oleh pakar manajemen: “Berhasil merencanakan, berarti merencanakan keberhasilan. Gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan”. Pesan penting yang ingin disampaikan dari dua premis tersebut adalah pentingnya planning. Fungsi pertama manajemen adalah perencanaan. Itulah mengapa di banyak instansi ada satu bidang yang mengurusi bagian perencanaan, bidang inilah kemudian yang mengatur seluruh program kerja, target, pencapaian dan lain sebagainya. Pada skala yang lebih kecil, setiap orang juga sebenarnya menggunakan prinsip perencanaan yang lebih detail. Hanya saja tidak tercatat dan tidak serumit seperti praktik yang ada pada sebuah instansi.

Penulis sendiri banyak menemukan orang-orang yang bahkan sejak jauh-jauh hari sudah membuat rencana untuk meliburkan semua aktivitas keduniawian saat Ramadan tiba, mereka hanya fokus beribadah saja. Sebagian besar diantara mereka biasanya adalah para Pedagang Rumah Makan. Terlalu ekstrem memang, tetapi semangatnya itu perlu diacungi jempol.

Yang lebih nyata dari itu, coba perhatikan anak-anak, biasanya pada level SD, setiap malam Ramadan mereka membawa buku catatan amal. Isinya adalah rekaman ibadah salat dan Qiyamullail lengkap dengan judul, sedikit inti sari dan tanda tangan ustaznya. Di bawahnya ada tanda tangan orang tua dan diperiksa oleh guru agamanya di sekolah. Meskipun kelihatannya amatiran, tetapi sebagai sarana pembelajaran dan manjemen waktu beribadah, kebiasaan tersebut sangat baik dan perlu diapresiasi.

Apa kaitan antara manajemen dan bulan suci Ramadan. Jelas ada. Banyak yang sudah menyusun rencana sebulan kedepan akan melakukan apa. Macam-macam bentuknya, sesuai dengan profesi masing-masing. Ada orang yang berniat ingin mengkhatamkan Al-Qur’an setidaknya satu kali dalam sebulan ini. Ada juga yang berniat melaksanakan tarawih setiap malamnya di masjid. Ada pula yang sudah berencana berinfak dengan nominal tertentu selama sebulan kedepan, sedekah makanan dan lain sebagainya.

Rencana-rencana tersebut tentu sangat baik, setidaknya akan menjadi guidance dalam beramal, konsisten sekaligus terukur. Dalam bahasa agama, perencanaan identik dengan niat. Nabi berpesan bahwa: “Semua amal tergantung kepada niatnya, dan orang akan mendapatkan seperti apa yang ia niatkan”. Tidak satupun rukun ibadah yang tidak didahului dengan niat. Artinya, nawaitu menjadi sangat signifikan dalam keberterimaan amal di sisi Tuhan.

Dalam konteks puasa, jelas sekali niat menjadi salah satu rukun setelah berupaya menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak dari terbit fajar sampai tenggelam matahari. Bahkan Nabi juga berpesan: “Man shama ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahuma taqaddama min dzambih”. Siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan perhitungan yang baik, akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Penulis cenderung memahami kata ihtisab pada Hadis tersebut dengan manajemen. Jadi kira-kira maknanya, siapa yang berpuasa dengan penuh keyakinan dan manajemen puasa yang baiklah yang akan mendapatkan nilai dari puasa yang ia kerjakan.

Pastilah ini hanya pemaknaan reflektif semata. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana orang yang berpuasa untuk tidak hanya sekadar berpuasa. Tetapi lebih dari itu, punya schedule amal yang jelas, punya manajemen ibadah yang terukur.

Semoga.


Posting Komentar

1Komentar

Posting Komentar