Secara tidak
sengaja semalam terbaca oleh ku buku “Jejak Tinju Pak Kyai” karangan Emha Ainun Najib, seorang Budayawan
kelas berat di negeri ini. Menariknya, beliau menulis bahawa manusia itu
beragam berdasarkan apa yang diucapkannya. “Ada orang yang mengucapkan
sesuatu dan melakukannya, ada orang mengucapkan tapi tak melakukan. Ada yang
melakukan tapi tak mengucapkan, ada yang yang tak mengucapkan dan tak
melakukan…, dengan berbagai variabelnya”. Sambungan dari tulisan ini
masih terlalu panjang, banyak varian manusia selanjutnya yang beliau jelaskan, lain
waktu akan saya coba mengurainya satu demi satu.
Paling tidak ada
empat kelompok manusia menurut apa yang mereka ucapkan. Ucapan tersebut
kemudian diikuti oleh tindakan nyata sesuai apa yang mereka lakukan. Untuk
tidak berpura-pura sebagai seorang Antropolog, saya coba melihatnya berdasarkan
perspektif dan analisa kecil-kecilan saja.
Kelompok manusia
pertama adalah, orang yang mengucapkan sesuatu dan melakukannya. Kualitas
seseorang selalu dinilai dari ucapannya, ia akan dicap sebagai manusia yang
memiliki komitmen tinggi manakala apa yang telah ia ucapkan diikuti oleh
perbuatan yang selaras dengan ucapannya. Agaknya manusia tipe ini adalah
manusia terbaik, tapi untuk ukuran saat ini sangat langka dan susah ditemukan.
Kelompok kedua
adalah kelompok orang yang mengucapkan tapi tak melakukan. Orang-orang
dengan tipe ini adalah orang yang tercela. Rasa-rasanya tidak satu pun diantara
kita yang suka dengan tabiat orang semacam ini. Jangankan kita sebagai manusia
biasa, Tuhan pun benci kepada orang yang hanya mengatakan tapi tidak mau
mewujudkan apa yang ia katakan. “Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?. Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan”. (Q.S. Ash-Shaff/61:2-3). Ayat
ini selalu menjadi tamparan telak bagi para Da’i, Ustadz, Guru dan profesi
sejenisnya. Kadang, karena terlalu seriusnya menyampaikan nasehat kepada orang
lain, ia sampai lupa diri. Lupa bahwa dirinya juga manusia biasa yang hidup dan
terhimpit di ketiak zaman gila ini. namun pada saat yang bersamaan nasehat yang
disampaikan sudah kadung memakai bahasa langit yang sebenarnya hanya cocok di
sampaikan buat para penghuni langit saja (malaikat).
Kelompok
selanjutnya adalah orang yang melakukan tapi tak mengucapkan. Ingat tag
line sebuah iklan di tv? “Talk less do more” sedikit bicara banyak
berbuat. Orang dengan tipe seperti ini memiliki prinsip “Sebuah karya lebih
berharga daripada sejuta kata”. Anehnya, kadang orang sampai tidak
memperhitungkannya, tidak dianggap dan tidak dipedulikan sama-sekali. Malangnya
jadi manusia tipe ini adalah eksistensinya sering tidak diakui apalagi dihargai
padahal dia punya karya. Berkarkarya memang perlu tetapi bersuara juga penting,
karena sebuah karya betapapun hebatnya jika tidak terpublikasi akan hilang
ditelan masa.
Kelompok
manusia terakhir adalah orang yang tak mengucapkan, tak pula melakukan.
Pasif, kaku dan stagnan. Jika kelompok pertama adalah kelompok yang terbaik,
maka kelompok terakhir ini adalah kelompok terbalik dan terburuk dalam strata
sosial. Berkarya tidak, bersuara pun tidak, sama sekali tidak memiliki
kontribusi apa-apa. Celakanya, keberadaannya malah menjadi sumber masalah dan
beban bagi orang lain.
Suka tak
suka, salah satu dari empat jenis manusia diatas kita mungkin termasuk
didalamnya. Namun kadang kala kita juga berpindah dari patron yang ada
menyesuaikan dengan kondisi. Bukan karena tidak konsisten, tetapi keadaan lah
yang memaksa kita untuk tidak konsisten. Boleh jadi kita harus mengatakan yang
kita sendiri pun belum tentu sanggup mengerjakannya. Pada saat yang sama kita harus
terus berupaya dan berkarya atau jika sampai masanya kita juga harus diam dan
tak bisa berbuat apa-apa.
Keren, tipe manusia distrata sosial
BalasHapus