“ Kalau datang Ayu Tingting ke
lapangan merdeka, mau mendung se mendung-mendungnya, hujan selebat-lebatnya,
ramai orang datang, padahal yang dinyanyikannya cuma ‘alamat palsu’. Mengapa ke
majelis ta’lim/pengajian jarang orang mau datang?, padahal ustadz tidak perna
memberikan alamat palsu. Yang disampaikan selalu alamat yang benar”.
Sambil
malu-malu banyak jama’ah yang tersenyum dan tertawa lepas.
Begitulah
keluhan seorang ustadz yang saya dengar ketika pengajian di salah satu masjid
beberapa waktu yang lalu.
Ya
memang begitulah belakangan ini semakin sedikit yang berminat mengikuti majelis
ta’lim. Orang lebih suka hadir ke tempat-tempat yang kurang bermanfaat penuh
dengan hiruk pikuk dan sarat dengan kemaksiatan. Jika mau jujur, hari ini lebih
banyak kita melihat orang yang berkumpul di mall, café, ditempat-tempat konser
musik daripada berkumpul dimasjid untuk shalat berjama’ah dan mendengarkan
pengajian. Orang juga lebih senang menyaksikan acara lawakan basi dan gosip
berbalut fitnah yang terkesan membuka-buka aib saudara sendiri ketimbang
menyaksikan acara siraman rohani keagamaan yang menambah keimanan.
Mengapa
hal ini terjadi?, saya mau lihat dari beberapa sisi:
Pertama,
karena program pengajian yang dilaksanakan tidak terarah. Sehingga terkesan
asal ada. Dalam bahasa yang lebih akademis kegiatan pengajian tidak memiliki
silabus yang jelas. Materi kebanyakan disampaikan yang sifatnya insidental
klasikal (hanya seputar surga neraka, pahala dan dosa). Materi tidak
disampaikan secara kontiniu. Lebih lagi materi tersebut tidak disesuaikan
dengan kebutuhan jama’ah. Akibatnya jam’ah malas hadir karena materi yang
disampaikan tidak menarik.
Kedua,
kegiatan pengajian selama ini berlangsung tanpa meminta komentar atau pendapat
dari jama’ah. Sehingga ada semacam miss
komunikasi antara jama’ah dan penceramah. Kegiatan pengajian rutin itu hanya
merupakan ide dari beberapa orang pengurus masjid saja tanpa meminta pendapat
dari jama’ah lainnya untuk mendesain pengajian yang lebih bagus. Selain itu
kurang dan bahkan hampir tidak pernah diadakan evaluasi untuk perbaikan.
Ketiga, motivasi
dari jama’ah yang sangat rendah untuk meningkatkan kualitas keimanan mereka.
Solusi
1. Perlu
mendesain pengajian yang lebih menarik dengan cara membuat silabus pengajian
misalnya: minggu pertama kajian fiqh, minggu kedua kajian tafsir, minggu ketiga
kajian tasawuf, minggu keempat kajian ilmiah dan populer yang sedang ramai
dibicarakan dan lain sebagainya. Yang jelas harus ada jadwal materi yang
terstruktur dan harus disampaikan oleh orang yang berpengalaman dan mumpuni
bidang keilmuannya. Bila perlu materi dikemas dalam bentuk makalah dan bila
perlu pemateri/ustadznya bergelar Profesor atau Doktor.
2. Masyarakat
hari ini cenderung bersifat materialis sehingga jika suatu kegiatan tidak
mendatangkan manfaat mereka malas untuk menghadirinya. Apa salahnya dibuat snack dan minuman berupa teh atau kopi,
berikan kepada setiap jama’ah yang hadir sebagai perangsang agar mereka mau
datang. Buat semewah mungkin. Manfaatkan kas masjid untuk membiayai semua
keperluan pengajian tanpa mengutip infaq dari jama’ah. Untuk tahap awal biarlah
motoivasi sebahagian jama’ah datang untuk makan. Heheh seterusnya lama-kelamaan
mereka akan merasa maalu dan sadar.
3. Ayo
sama-sama kita meramaikan pengajian yang ada di masjid kita masing-masing, jika
selama ini ada 20 orang yang aktif ke masjid, maka setiap mereka harus mengajak
istri/suami dan anak mereka yang dewasa satu orang, maka sudah ada 60 orang
yang hadir dipengajian tersebut. Itu sudah Alhamdulillah.
Kita harus rajin-rajin mengajak saudara-saudara kita, masalah mereka mau atau
tidak itu urusan nanti. Yang jelas kita mau mengajak.
Jika
ini bisa kita lakukan maka InsyaAllah
pengajian disetiap masjid kita akan ramai. Dan ini sangat penting bagi
pembinaan akhlak ummat yang belakangan ini semakin menghawatirkan.