Didalam kamus bahasa Indonesia formalitas diartikan sebagai 1. bentuk (peraturan, tata cara, prosedur,
kebiasaan) yang berlaku. 2. sekedar
mengikuti tatacara; basa-basi.
Pengertian formalitas mengacu kepada sesuatu yang berbau formal (aturan wajib)
sering dikaitkan dengan suatu peraturan yang berlaku disuatu tempat. Kadang
orang mengikuti peraturan tersebut hanya sekedar mematuhinya sekalipun mereka
malas melakukannya. Formalitas sifatnya wajib tapi hanyalah basa-basi saja
untuk mematuhi tatacara yang sudah ada sejak dulu.
Apa jadinya kalau semua dijadikan sebagai formalitas belaka? Tapi itulah
realita yang ada. Mestinya peraturan dibuat untuk kemaslahatan bersama. Tapi justru
banyak orang berkata “peraturan dibuat untuk dilanggar”.
Jika kita membaca teori-teori yang
ada dibuku, atau saat mendengarkan mahaguru berbicara dibangku perkuliahan
dengan didunia nyata. Akan kita temukan rumus yang berbanding terbalik.
Sehingga banyak sekali kesenjangan antara harapan dan kenyataan, ketidak sesuaian
antara teori dengan fakta dilapangan. Sehingga muncul masalah.
Kita sering melihat dalam praktek hablum
minallah misalnya, peraturan hanya sekedar ditempel tapi tidak
dilaksanakan. Contoh nyata misalnya di salah satu kampus dilarang berpakaian
menggunakan kaos, celana lea/jeans, berambut
gondrong, duduk berdua-duaan dengan
lawan jenis. Tapi masih banyak yang melanggar tanpa ada sanksi yang tegas dari
si pembuat peraturan. “Dilarang menggunakan handphone dimasjid”. Nyatanya
hampir setiap kali sholat ada saja handphone yang berdering. Smoking area yang dibuat khusus untuk
para perokok, tapi masih saja banyak yang merokok disembarang tempat. Ungkapan “ buanglah sampah pada tempatnya” hampir
sering kita temui di tempat-tempat umum. Tapi banyak juga sampah yang
berserakan. Saya kok tidak yakin kalau mereka tidak pandai membaca.
Syarat untuk menjadi dosen wajib mencapai kualifikasi S2. Tapi masih
banyak juga dosen yang berani masuk kelas padahal belum S2 dengan berbagai
dalih ia sampaikan untuk mengapologi diri.
Satu sks dosen wajib hadir dikelas tatap muka selama 50 menit, tapi banyak juga
dosen yang keluar kelas sebelum waktunya. Atau merapel jam yang seharusnya dua sks tapi tertulis didaftar kegiatan
empat sks.
Sering kali ucapan selamat ulang
tahun, selamat menempuh hidup baru, selamat dan sukses atas di wisudanya.... diucapkan
sekedar basa-basi dalam bentuk papan bunga atau spanduk. tidak berasal dari lubuk hati. Maka tak heran
budaya ini terus berkembang.
Masih terlalu banyak contoh yang
hendak dituliskan. Yasudah lah, itu sudah mewakili betapa banyaknya kebijakan
yang dibuat sekedar formalitas belaka.
Itu sih belum seberapa, apa jadinya jika habluminallah juga dijadikan formalitas. Syahadat, sholat, puasa,
zakat, haji hanya dikerjakan sekedar melepaskan kewajiban. Maka tentu ibadah
tersebut tidak akan berdampak bagi kita. Maka tidak heran jika, banyak orang
yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah, tetapi dalam prakteknya ia sering
melupakan keberadaan Allah. banyak orang yang rajin shalat, tetapi masih
melakukan kemaksiatan dan kezaliman. Banyak orang yang berpuasa tertapi tidaak mendapatkan makna substansi dari
puasa itu sendiri. Banyak orang yang rajin bersedekah tapi masih mau korupsi. Banyak
yang telah melaksanakan ibadah haji tetapi semangat berjuang untuk menegakkan
syari’at masih setengah hati. Karena ibadah yang ia kerjakan hanya sekedar
melepaskan kewajiban bukan menjadi kebutuhan. Sehingga tidak berdampak
apa-apa dalam dirinya. Jadi terkesan sia-sia.
Logikanya, jika urusan dengan Tuhan
saja kita berani melaksanakannya sebagai formalitas, apalagi urusan dengan sesama manusia?.
Carut marut negeri ini terjadi karena terlalu banyak formalitas, dan
kebanyakan kita masih saja memakluminya. Solusinya, tentu kita harus merubah mindset peraturan itu dari sekedar
formalitas menjadi aturan yang baku
dan kaku. Tidak ada fleksibel dalam aturan. Siapa saja yang melanggar tindak
tegas.
Semoga
Ya, begitulah formalitas. Semuanya terlihat serba formal, dan suci.
Tetapi tidak ada aksi ideal yang terrealisasi.
Nah itu lah pak dedi
BalasHapusItu lah yg diajarkan orang tua kita di negeri ini, yang terus hidup dengan kebohongan belaka
Tidak sadar kita pun melakukan demikian, semua itu terpaut sistem yg sudah terbentuk dengan matang ..
Kita diajarkan, mengajarkan dan melakukan
Entah bagaimana harus menghindar ?
Mungkin merubah diri sendiri dlu
Saling memanfaatkan peluang dg kepicikan
Itu yg diajarkan negeri ku
Entah lah pak Rahmat Asri Sufa . Merubah diri pun susah.. karna kita berada dilingkungan yg formal jg.
BalasHapusEntah lah pak Rahmat Asri Sufa . Merubah diri pun susah.. karna kita berada dilingkungan yg formal jg.
BalasHapus