“suatu ketika, saya menghadiri
acara pesta pernikahan keluarga, saya lihat mereka sedang meyusun bawang merah
dan cabe merah berbentuk semacam sate. “Untuk apa ini?” Tanya ku. “supaya tak
turun hujan” jawab mereka singkat. Memang ketika itu sedang musim hujan. Tapi
sayangnya tameng ini hanya bertahan hingga tengah hari saja. Kira-kira pukul 2
siang, hujan turun lebat, semua undangan dan ahli bait resah, tak terkecuali
pawang hujan andalan mereka. “Suruh kedua mempelai melepaskan pakaian dalam
mereka, campakkan ke atap rumah!”. Ini lah ungkapan geli yang membuatku ketawa
terpingkal-pingkal.
Hujan baru reda kira-kira pukul 4
sore pas waktu ashar. Saya kurang yakin
kalau ini akibat dari beberapa ritual tak masuk akal tadi. Karena malam harinya
juga turun hujan padahal pesta belum usai”
Hujan
memang mengisahkan banyak cerita, dari sini pula banyak lagu tercipta, utopia
dengan judul “hujan” dan Iis Dahlia yang
pernah mempopulerkan lagu “hujan dimalam minggu” misalnya, disamping itu banyak
pula dampak yang ditimbulkannya, selain turunnya dinantikan oleh para petani
namun selalu diwaspadai oleh mereka yang tinggal dipinggiran kali. Siap-siap
banjir datang lagi.
Ada
fenomena unik ketika mulai musim hujan, profesi pawang hujan sebagai job request ramai dicari. Entah lah,
apakah efektif atau tidak, tapi kabarnya banyak yang berhasil menunda hujan untuk
kelancaran berbagai acara.
Pawang
hujan tidak berarti menolak hujan, tetapi menunda dan memindahkan hujan
ketempat lain dengan menggunakan beberapa mantra-mantra dan instrumen yang
sulit diterjemahkan oleh akal sehat.
Secara
umum ada dua tipe pawang hujan,
Pertama,
pawang hujan yang bersifat ilmiah biasa dilakukan oleh tim BMKG memakai
teknologi modifikasi cuaca antara lain dengan cara memasang generator aerroso
(pembangkit) berbahan baku kimia yang dilarutkan dan dibakar sehingga
menghasilkan partikel hygroscopis. Alat ini berfungsi untuk memandulkan awan
yang berpotensi menjadi hujan menjadi awan putih dan hilang dari target yang
diinginkan. Profesi pawang hujan seperti ini dibolehkan menurut para ulama.
Kedua,
pawang hujan memakai sihir. Sang pawang dengan prosesi tertentu misalnya
menancapkan bawang, cabe dan lainnya, meminta bantuan jin dan sejenisnya untuk
memindahkan hujan. Praktek seperti ini merupakan syirik.
Dari
Anas bin Malik, Dahulu pernah ada seorang laki-laki masuk kedalam masjid pada
hari jum’at dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, saat itu Rasulullah Saw
sedang menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap kearah Rasulullah Saw
seraya berkata: “hewan ternak telah binasa dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar
menurunkan hujan kepada kami!”, maka Rasulullah berdoa: “ALLAHUMMASQINA,
ALLAHUMMASQINA (Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami Hujan)”.
Tiba-tiba dari bukit tampak lah awan bagaikan perisai, ketika sudah membubung
sampai ketengah langit, awan itu pun menyebar dan hujan pun turun.
“sesungguhnya kami tidak melihat matahari selama enam hari”
Kemudian
pada jum’at berikutnya, ada seorang laki-laki
masuk dari pintu yang sama, sementara Rasulullah Saw sedang berdiri
menyampaikan khutbah, kemudian orang itu menghadap beliau dan berkata ” wahai
Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan pun terputus. Maka
mintalah kepada Allah agar menahan hujan”. Maka Rasulullah Saw berdoa: ALLAHUMMA
HAWAALAINAALAA ‘ALAINAA (Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami saja, dan
jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah dia diatas bukit-bukit,
gunung-gunung, danau , dan tempat tumbuhnya pepohonan). Maka hujan berhenti
lalu kami keluar berjalan dibawah sinar matahari. (HR. Bukhari no. 1013 dan
Muslim no. 897).
Hemat
saya, kita tidak perlu merental jasa pawang hujan. Cukup berdoa memohon kepada
Allah sesuai dengan anjuran syari’at. Mengapa? Agar tidak
terjebak dengan kesyirikan.
Semoga.
Cair saja tulisan itu y pak ded. Mudah2an istiqomah
BalasHapusHehe, Aamiin. Tks ustadz
BalasHapusHehe, Aamiin. Tks ustadz
BalasHapus