Minggu-minggu yang lalu hingga beberapa hari ke depan, umat Islam akan sedikit lebih serius mengenang historis kelahiran Nabi Muhammad saw. Tidak hanya itu, momentum Maulid juga biasanya dijadikan sebagai sarana nostalgia bagi peradaban Islam masa lalu. Sedemikian seriusnya sehingga terkadang lupa, terhadap realitas kehidupan kontemporer yang sedang berlangsung. Suka tak suka, menyibak kembali kenangan manis merupakan naluri manusia. Tetapi jika terlalu hanyut dalam buaian arus sejarah, kita khawatir umat ini akan jadi penghayal 'level akut'.
Sebagai Ustadz, Panitia/BKM Masjid, masyarakat biasa hingga teknisi sound system dan penyedia jasa catering, akan ikut kecipratan berkah bulan maulid. Terlepas dari kapasitas dan otoritas masing-masing dalam perayaan tersebut, paling tidak Maulid mampu memberikan banyak edukasi pada semua strata.
Salah satu pelajaran yang bisa kita gali dari Maulid adalah sosok Nabi Muhammad saw. yang menjadi satu-satunya model ideal bagi umat yang sudah mulai kehilangan arah ini.
Pertama, Kita mungkin pernah, bahkan sering membaca Alquran dari pangkal hingga ke ujung secara reguler. Temuan yang cukup mengejutkan adalah nama Muhammad sebagai penerima wahyu, tidak lebih hanya empat kali disebut dalam Alquran (Ali-Imran: 144, Al-Ahzab: 40, Muhammad: 2 dan Al-Fath: 29). Anda boleh cek kembali dan kita bisa saja berdebat soal data-data ini.
Sebagai orang yang memiliki rasa kepingin tahu yang lebih, tentu hal ini bisa menjadi sebuah pertanyaan yang cukup besar dan berkelas.
Mengapa? Sebagai orang yang dipercaya menerima wahyu justru namanya tidak banyak disebut?. Tidak sebanyak Nabi Adam apalagi Nabi Isa misalnya.
Jika kita berada pada posisi Nabi Muhammad, mungkin sudah sejak lama kita akan menggugat Tuhan dengan berbagai tuduhan yang bukan-bukan dengan harapan kiranya Tuhan mau menyelipkan nama kita lebih banyak lagi dalam kitab kumpulan KalamNya itu.
Di sinilah letak istimewanya Muhammad sebagai model ideal bagi manusia seru sekalian alam. Bahwa orang hebat sesungguhnya, tidak perlu dan tidak harus mendapat pengakuan dari orang lain. Orang hebat juga tidak berkurang kehebatannya hanya karena tidak disebut jasa-jasanya oleh orang lain.
Inilah yang saya kira cukup menjadi perhatian serius bagi kita yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad. Sekali lagi, orang hebat yang sesungguhnya tudak membutuhkan pengakuan dari orang apatah lagi menepuk dada sendiri dan dengan lantang mengatakan "Aku lah yang paling hebat".
Kedua, yang saya kira juga cukup menjadi perhatian adalah Nabi Muhammad saw. Sepertinya terkesan dibiarkan oleh Allah hidup dan dibesarkan dalam kondisi yatim piyatu tiada ayah dan ibu.
Adalah manusiawi jika kita menganggap bahwa tidak layak jika seorang pemimpin besar, sebagai Nabi dan Rasul pula dibiarkan hidup tanpa bimbingan dan kasih sayang orang tua.
Justru di sini lah letak hikmah muta'aliyah, mengapa Muhammad saw. Dibesarkan tanpa bimbingan ayah dan ibu. Alasan rasionalnya adalah agar yang mendidik beliau langsung Allah swt. dan para Malaikat. Dan terbukti benar bahwa, tidak ada akhlak manusia yang paling mulia selain akhlak Muhammad saw. karena dalam proses pembentukan akhlaknya dicampuri langsung oleh yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.
Sebagai manusia biasa, tentu kita juga berharap bisa meniru Muhammad saw. dalam percaturan hidup di bumi yang semakin tak jelas ini. Paling tidak dua hal yang patut kita contoh adalah ke tawadu'-an serta Kegigihan Nabi dalam proses pembentukan akhlaknya. Beliau telah berhasil ditempa dengan berbagai macam persoalan sampai benar-benar layak mendapat gelar manusia terbaik.
Semoga