Seseorang datang kepadaku dan mengeluh, karena pada usia
pernikahannya yang terbilang cukup lama tetapi belum juga dikaruniai anak. Tidak
lama kemudian seorang ibu yang kebetulan adalah tetanggaku datang dan mengeluh
karena kehabisan cara untuk mendidik anaknya yang konon kabarnya memiliki
tingkat kenakalan di atas rata-rata.
Ada orang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai anak, ada
juga orang yang belum menikah tapi sudah di beri anak sebagai akibat dari
perbuatan kejinya. Ada orang yang sangat kepingin sekali punya anak, ada juga
orang yang sudah punya anak namun tega membunuhnya. Ada orang yang
menanti-nantikan kehadiran seorang anak, ada orang yang mengeluh ketika sudah
diberi anak karena susah mendidiknya. Demikian seterusnya dengan dengan
berbagai variabel lainnya. Bahwa persoalan anak memang sangat pelik dan berliku.
Sebagai kitab suci yang universal, Alquran menerangkan tentang
bagaimana sesungguhnya konsep anak. Kadang kala anak bisa menjadi ujian, suatu
saat anak juga merupakan perhiasan, pada kondisi tertentu anak juga dapat
menjadi penyejuk mata, dan tidak jarang juga beberapa anak yang malah menjadi
musuh kedua orang tuanya. Setiadaknya ada empat ayat yang menerangkan tentang
posisi dan tipologi anak yang tersebar dalam variasi surah yang berbeda.
Anak terkadang dapat menjadi fitnah (ujian), anak akan menjadi
ujian yang nyata bagi kedua orang tuanya, kedua orang tuanya baru dikatakan
lulus ujian manakala dia berhasil mendidik anaknya menjadi baik, mapan secara
intlektual dan kaya dalam urusan spiritual. Berapa banyak orang tua yang stress
akibat ulah anak-anaknya, orang tua harus mengerutkan dahi disebabkan pusing
memikirkan bagaimana cara mendidiknya, demikian juga berapa banyak orang tua yang
harus menanggung malu akibat perbuatan anaknya. Sekali lagi, anak memamang
merupakan anugerah namun pada saat yang sama dia bisa menjadi ujian bagi orang
tuaya. Di dalam Alquran telah dijelaskan:
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan
anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah
pahala yang besar”.
(Q.S. Al-Anfal/8: 28).
Kelak suatu saat anak juga akan menjadi perhiasan hidup
bagi kedua orang tuanya. Layaknya seperti perhiasan, anak akan memancarkan
cahaya kemilauan, karenanya dia akan
menjadi harta kesayangan yang paling berharga bagi kedua orang tuanya.
Anak-anak seperti ini adalah mereka-mereka yang saleh/shaleha dan berhasil
mengukir prestasi dalam berbagai bidang serta selalu menjaga nama baik keluarganya
dimanapun ia berada. Di dalam Alquran telah dijelaskan:
“Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan”. (Q.S. Al-Kahfi/18: 46).
Pada kondisi tertentu anak akan menjadi penyejuk mata
bagi orang tuanya dan bagi siapa saja yang melihatnya. Bukankah semua orang
suka melihat anak bayi yang lucu nan cantik?. Ketika kedua orang tuanya
seharian bekerja, lalu pada sore atau malam hari mereka pulang dengan perasaan
lelah, semua beban itu akan sirna ketika melihat sang buah hati yang berlari menyambut
kedatangannya. Alquran juga telah menjelaskan hal ini, sebagaimana disela-sela
doa yang selalu kita panjatkan:
“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Furqan/25:
74).
Tetapi tidak jarang pula anak itu akan menjadi musuh
bagi kedua orang tuanya, belakangan ini sangat banyak sekali kasus pembunuhan
yang dilakukan oleh anak kepada orang tuanya hanya karena hasrat ingin
menguasai harta yang sebenarnya tidaklah seberapa. Anak akan menjadi musuh bagi
kedua orang tua sebagai akibat dari kelalaian dalam mendidiknya. Alquran secara
tegas sebenarnya telah mengingatkan kita:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak
memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (Q.S.
At-Taghabun/64: 14).
Bukankah catatan sejarah telah memperingatkan kita tentang
anak yang menjadi musuh bagi orang tuanya? Anak nabi Nuh as., si Kan’an namanya,
dengan sifat arogan tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk beriman kepada
Allah swt. Dia juga tidak mau ikut naik kapal bersama ayahnya padahal
tanda-tanda musibah banjir sudah terlihat.
Demikianlah beberapa uraianan penting Alquran mengenai tipologi
anak, jika kita cermati ternyata Alquran sangat netral dalam mengklasifikasikan
anak, dua dalam bentuk yang positif (sebagai perhiasan dan penyejuk mata),
sementara dua yang satu lagi dalam bentuk negatif (sebagai ujian dan musuh).
Ini berarti bahwa sifat anak itu sangat fleksibel tergantung kelihaian orang
tua dalam mendidiknya. Allah memberikan kita kebebasan untuk membentuk karakter
anak kita masing-masing. Terserah. Mau dijadikan ujian, musuh, perhiasan atau
penyejuk mata.