PENGETAHUAN
MANUSIA SECARA UMUM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
DEDI SAHPUTRA NAPITUPULU
PEDI-A (REGULER)
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUMATERA
UTARA
MEDAN
2016
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN
A.
Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan.................................................... 2
B.
Pengertian dan
Perbedaan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat .................. 8
C.
Metode Ilmiah dan
Struktur Pengetahuan Ilmiah ................................. 12
D.
Berbagai Trend
Penelitian Ilmiah ......................................................... 17
BAB
III: KESIMPULAN.............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20
KATA PENGANTAR
Puja
dan puji kita kepadaNya yang senantiasa selalu memberikan limpahan rahmat dan
karunia yang tak terhingga, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini
dengan judul Pengetahuan Manusia Secara Umum. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, semoga kelak kita beroleh syafa’atnya di
hari kemudian. Amin.
Makalah ini ditulis sebagi tuntutan
kewajiban dari mata kuliah Pendekatan Dalam Pengkajian Islam pada Program Pasca
Sarjana UIN Sumatera Utara Medan. Hal ini bertujuan untuk memberikan sedikit
pemahaman kepada pembaca tentang konsep dan perbedaan antara pengetahuan, ilmu,
filsafat dan metode ilmiah serta berbagai trend penelitian masa kini. Sumber
pengambilan materi yang disusun dalam makalah ini mengutip dari berbagai
literatur yang memadai. Oleh karena itu menurut hemat penulis makalah ini layak
dijadikan sebagai bahan bacaan dan sarana pengembangan khazanah ilmu
pengetahuan terutama dalam memahami mata kuliah dimaksud.
Sebagai hasil karya manusia biasa,
penulis menyadari masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini,
karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Kepada Guru saya Bapak Prof. Dr. Hasan Asari, MA saya ucapkan
terimakasih yang tak terhingga. Semoga makalah ini mampu mendorong penulis
untuk menyelami lebih dalam Pendekatan Dalam Pengkajian Islam.
BAB
I
PENDAHULUAN
Saya ingin mengajak kita untuk
bernostalgia sejenak, mari kita ingat-ingat kembali masa kecil kita yang penuh
dengan tanda tanya. Jika terlalu sulit untuk mengenangnya, perhatikanlah
anak-anak kecil yang ada disekeliling anda.
Apa saja yang disaksikan mereka selalu dipertanyakan kepada orang
tuanya. Tentu hal ini tidaklah salah karena satu diantara sifat dasar manusia
adalah memiliki hasrat ingin tau yang sangat tinggi (curiosity). Maka oleh karenanya manusia selalu belajar untuk mengerti
dan memahami apa saja. Dari berbagai jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan
dan pengalaman yang diperoleh seseorang, inilah yang kemudian disebut sebagai
pengetahuan. Jika pengetahuan tersebut digabung kemudian disusun secara
sistematis maka inilah yang kemudian yang disebut sebagai ilmu.
Manusia mendapatkan ilmu pengetahuan
melalui berbagai cara, melalui metode coba-coba, anggapan umum, pengalaman,
sampai kepada wahyu yang diilhamkan oleh Tuhan kepadanya. Tetapi pengetahuan
itu belum layak dikatakan sebagai ilmu manakala belum memiliki metode ilmiah
dan beberapa persyaratan tertentu. Oleh karena itu perlu dipahami dan dibedakan
apa yang dimaksud dengan ilmu dan apa pula yang dimaksud dengan pengetahuan
serta bagaimana urgensinya dalam kehidupan. Lebih jauh lagi bagaimana fungsinya
dalam menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi.
Dalam makalah ini penulis akan
mengupas sedikit mengenai Pengetahuan Manusia Secara Umum: bagaimana cara
manusia memperolehnya, pengertian dan perbedaan antara ilmu, pengetahuan, dan
filsafat, metode ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah, serta berbagai trend
penelitian ilmiah: spesialisasi, inter disiplin, multi disiplin dan studi
kawasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Cara
Memperoleh Pengetahuan
Sumber
ajaran Islam (Alquran dan Hadis) memberikan informasi bahwa manusia memiliki
potensi-potensi yang membuatnya dapat memeroleh ilmu dan mampu mengemban tugas
sebagai khalifah dibumi. Potensi-potensi manusia tersebut adalah al-nafs (jiwa), al-sam’a (pendengaran), al-abshar
(penglihatan), al-‘aql (akal) dan al-afidah/al-fu’ad/al-qulub (hati). Dari
beragam istilah tersebut disimpulkan bahwa ada tiga potensi manusia, yakni
panca indra, akal dan hati. [1]
Persoalan
yang muncul tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia dapat diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteori.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang
diperoleh tanpa melalui proses pengalaman baik pengalaman yang bersumber dari panca
indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya pengetahuan yang diperoleh
melalui pendekatan aposteori adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.[2]
Pertanyaan
sederhana yang wajib dijawab adalah bagaimanakah cara kita mendapatkan
pengetahuan yang benar itu?. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio. Dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan
rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman
mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme. [3]
Selain
dua cara diatas, ada cara lain untuk memperoleh pengetahuan yaitu melalui
intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada
suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.[4]
Pengetahuan
juga dapat diperoleh melalui wahyu. wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat
Nabi-nabi yang diutusNya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan
saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkaau pengalaman, namun juga mencakup
masalah-masalah transendental seperti latar belakang penciptaan manusia, dan
hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan
akan hal-hal yang gaib (supranatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan
sumber pengetahuan, kepercayaan kepada Nabi sebagai perantara dan kepercayaan
terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan
pengetahuan ini.[5]
Cara berikutnya untuk memperoleh
pengetahuan adalah melalui trial and
error, yaitu manusia melakukan percobaan terhadap sesuatu tanpa melakukan
langkah-langkah/desain secara ilmiah untuk menemukan suatu kebenaran. Dari
coba-coba ini manusia mendapatkan pengetahuan melalui proses pengalaman (experience) dan metode ini juga dipergunakan
untuk memecahkan suatu masalah.[6]
Karena pada umumnya pengetahuan
seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari sesuatu objek.
Rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu (curiosity)
yang mendorong manusia untuk melihat.[7]
Dengan sendirinya manusia akan belajar
melalui percobaan yang telah dilakukannya. Terlepas dari benar atau salah
percobaan tersebut, seiring barjalannya waktu akan menambah pengalaman dan
pengetahuannya.
Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui
apa yang disebut dengan common sense
(anggapan umum), yaitu kebenaran atas dasar penglihatan dan secara kebiasaan
bahwa penglihatan itu (objek) merupakan gejala atau tanda akan terjadi sesuatu.
Contoh: hari mendung, merupakan tanda akan turun hujan. Common sense diperoleh manusia dari pengalaman sehari-hari. Dengan common sense, semua orang sampai kepada
keyakinan secara umum tentang sesuatu dan mereka akan berpendapat sama tentang
sesuatu tersebut seperti api yang digunakan untuk membakar, sinar matahari menyilaukan
mata, dan lain sebagainya.[8]
Melalui anggapan umum, atau fenomena
yang lazim terjadi dapat menambah pengetahuan seseorang. Dengan demikian
semakin banyak kita mengetahui tanda-tanda, atau sebab akibat dari suatu
peristiwa maka akan menambah pengetahuan kita.
Masih
banyak lagi buku-buku yang menceritakan tentang sumber pengetahuan, diantaranya
buku yang ditulis oleh Nursanjaya dan Amiruddin yang berjudul Rancangan Penelitian tindakan. Mereka meyebutkan
bahwa secara makro, suber-sumber pengetahuan dapat diklasifikasikan kedalam
lima kelelompok, yaitu:
1. Pengalaman
Pengalaman adalah sumber pengetahuan
yang telah banyak diketahui dan digunakan orang. Setelah seseorang mencoba
melakukan beberapa rute perjalanan dari rumah ketempat ke tempat kerja, maka ia
akan mengetahui rute mana yang memerlukan waktu lebih pendek dan tidak terjebak
kemacetan. Berdasarkan pengalaman pribadi seseorang dapat menemukan jawaban
atas banyaknya persoalan yang dihadapi. banyak kearifan yang ditemukan secara
turun-temurun, dari generasi ke generasi yang merupakan buah hasil pengalaman.
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman, umumnya dianggap sebagai ciri utama
dari perilaku cerdas yang dimiliki manusia. Karenannya berlaku ungkapan
pengalaman sebagai guru yang terbaik. Dengan nada yang sama namun redaksi yang
berbeda, Alm. Prof. Dr. Nur A Fadhil
Lubis, MA mengatakan bahwa belajar dari pengalaman berarti trial and error (metode coba-coba).[9]
2. Otoritas
Wewenang atau otoritas sering dijadikan
pegangan manusia dalam hal-hal yang sulit atau tidak mungkin diketahui melalui
pengalaman pribadi. Maksudnya manusia mencari jawaban atas pertanyaan itu dari
orang lain yang telah mempunyai pengalaman dalam hal itu, atau yang mempunyai
sumber keahlian lainnya. Apa yang dikatakan oleh orang yang dianggap ahli
dibidangnya, diterima sebagai suatu kebenaran. Seorang guru yang masih
yunior,senantiasa akan meminta saran-saran kepada guru yang telah senior dan
memiliki banyak pengalaman.
Sepanjang sejarah manusia, kita dapat
menemukan banyak contoh mengenai ketergantungan manusia pada wewenang dalam
mencari kebenaran, terutama pada abad pertegahan ketika para filosof Yunani,
seperti Plato dan Aristoteles, dan pemimpin-pemimpin gereja lebih dipercaya
sebagai sumber kebenaran bahkan melebihi pengamatan dan pengalaman langsung.
Berbeda jauh dengan Islam yang memandang kepercayaan terhadap ulama apabila
mereka tetap berpeng kepada sumber kebenaran yang pasti dan mutlak benar,
Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebagai sumber kebenaran , wewenang
mempunyai kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, orang-orang yang berwenang juga bisa salah, karena mereka
juga manusia biasa. Kedua, sering
terjadi perbedaan pendapat dari orang yang berwenang. Hal ini menunjukkan bahwa
pernyataan mereka sering kali lebih merupakan pendapat pribadi, bukan
berdasarkan fakta.
3. Cara
Berfikir Deduktif
Cara berfikir deduktif diartikan sebagai
proses berfikir yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke
pernyataan yang bersifat khusus dengan memakai kaidah logika tertentu. Ini
adalah suatu sistem penyusun fakta yang telah diketahui guna mencapaai
kesimpulan. Hal ini dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme, misalnya: semua makhluk hidup
bernafas (premis mayor), Dedi adalah seorang manusia (premis minor), karena itu
Dedi adalah makhluk hidup (kesimpulan). Namun demikian, cara berfikir deduktif
juga memiliki keterbatasan, yaitu permulaannya harus dimulai dengan dasar-dasar
pikiran yang benar terlebih dahulu untuk sampai pada kesimpulan yang benar.
4. Cara
Berfikir Induktif
Pada saat membahas cara berfikir
deduktif , dasar pikiran harus diketahui terlebih dahulu sebelum kesimpulan
dapat ditarik. Akan tetapi, dalam cara berfikir induktif, kesimpulan dicapai
dengan jalan mengamati contoh-contoh, baru digeneralisasikan untuk seluruh
kelas. untuk meyakinkan sepenuhnya terhadap kesimpulan induktif, peneliti harus
mengamati semua contoh. Misalnya, seekor ikan yang diamati bernafas menggunakan
insang. Oleh karena itu, setiap ikan bernafas dengan insang.
5. Pendekatan
Ilmiah
Pendekatan ilmiah biasanya dilukiskan
sebagai proses dimana peneliti secara induktif bertolak dari pengamatan mereka
menuju hipotesis. Kemudian secara deduktif peneliti bergerak dari hipoteesis ke
implikasi logis hipotesis tersebut.mereka
menarik kesimpulan menganai akibat yang akan terjadi apabila hubungan
yang diduga itu benar. Apabila implikasi yang diperoleh secara secara deduktif
ini sesuai dengan pengetahuan yang sudah diterima kebenarannya, maka implikasi
tersebut diuji dengan data empiris yang dikumpulkan.berdasarkan bukti-bukti
itu, maka hipotesis dapat diterima atau ditolak. [10]
Ada cara lain yang dapat ditempuh untuk
mendapatkan pengetahuan. Cara ini sepenuhnya bersifat spiritual, tanpa hubungan
apapun dengan dunia materi dan tak melibatkan proses empiris atau rasional sama
sekali. Teori alternatif ini, sekali lagi diuraikan dengan menggunakan analogi
jiwa. [11]
Al-Ghazali dalam buku Nukilan Pemikiran
Islam Klasik mengibaratkan hati sebagai sebuah kolam yang kosong, pengetahuan
adalah ibarat air, dan indera yang lima adalah ibarat anak-anak sungai (anhar). Ada dua cara untuk mengisi kolam
tersebut dengan air. Cara yang pertama adalah
dengan membiarkan atau mengarahkan air kedalamnya melalui anak sungai, sampai
kolamtersebut benar-benar penuh. Ini adalah analogi bagi proses yang telah
dijelaskan terdahulu, yaitu indra menagkap informasi mentah dan kemudian
diproses secara internal psikologis hingga menjadi pengetahuan yang lebih
matang. Cara yang kedua adalah dengan
menggali dasar kolam yang lebih dalam lagi sampai air memancar dari dasarnya
dan mengisi kolam tersebut; dan pada saat yang sama semua aliran anak sungai
dihentikan secara total. Demikian juga halnya, seseorang dapat memperoleh
pengetahuan dengan menutup rapat kelima indranya lalu mengasingkan diri (khalwah) untuk membenahi dan
meningkatkan akhlaknya, serta menyelam kedasar jiwanya hingga mata air
pengetahuan memancar dari dalam dan memenuhi hatinya.[12]
Singkatnya, ilmu pengetahuan tidak
selalu diperoleh dengan menggunakan metode empiris dan rasional, pengetahuan
juga dapat diperoleh dari Ilham sebagai anugerah Ilahi kepada siapa yang dikehendakiNya. Namun ini tentu tidak lah mudah, orang-orang yang dianugrahi
kelebihan seperti apa yang dimaksud diatas memerlukan kualifikasi khusus.
B.
Pengertian
dan Perbedaan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat
Sering
kali orang salah memaknai istilah pengetahuan dan ilmu, lebih celaka lagi
banyak yang menyamakannya. Secara
sederhana pengetahuan dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang kita tahu dan itu
berasal dari hasil pengindraan. Contoh sederhananya adalah kita tahu bahwa buah
rambutan itu berwarna merah melalui pengelihatan kita, rasanya manis karena
lidah kita pernah merasakannya. Almarhum Prof. Dr. Nur A. Fadhil Lubis, MA
mencontokan lebih rinci lagi: Kita tahu bahwa bunga mawar di kebun rumah kita
itu berwarna merah, berkat indera mata; harum semerbak berkat indera penciuman;
berduri karena kulit kita pernah menyentuhnya.[13]
Untuk lebih memperkaya pemahaman kita, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih
lanjut dari berbagai literatur yang ada.
Pengetahuan
didefenisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui; kepandaian.[14] Pengetahuan
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah knowledge
yang berarti penyelidikan kepada alam dan alasan-alasan untuk mengetahuinya.[15] Pengetahuan
dari kata “tahu” artinya mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami),
pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui; kepandaian. Umumnya pengetahuan
seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari suatu objek
rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu (Curiosity)
yang mendorong kita untuk melihat, menyaksikan, mengamati, mengalami dan
sebagainya.[16]
Pengatahuan adalah segala hal yang diketahui manusia sebagai proses dan produk
dari rasa dan kapasitasnya untuk mengetahui sesuatu. Pengetahuan yang diserap
manusia itu tentunya banyak sekali. Setiap saat pengetahuan kita terus
bertambah. Pengetahuan manusia dibedakan menjadi pengetahuan indrawi (sensual knowledge), pengetahuan rasional
(rational knowledge), pengetahuan
seni (art knowledge) dan pengetahuan
filsafat (philosophical knowledge).[17]
Sekarang
kita akan bahas apa itu ilmu?. Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan
lawan dari kata jahl yang berarti
ketidaktahuan atau kebodohan. Kata “ilmu” bisa disepadankan dengan kata Arab
lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan),
fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan).[18]
Didalam kamus filsafat, ilmu didefenisikan sebagai belajar dalam pengertian
yang luas yang terkait dengan alam, tujuan, cara, media, bagian-bagian, jarak
dan hubungannya dengan subjek yang lain.[19]
Orang-orang
yang mempelajari bahsa Arab mengalami sedikit kebingungan tatkala menghadapi
kata “ilmu”. Dalam bahasa Arab kata al-‘ilm
berarti pengetahuan (knowledge),
sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu
kata science seharusnya diterjemahkan
sain saja. Maksudnya agar orang yang
mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge.[20]
Jadi
dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris.[21]
Sekarang
mari kita menju kepada pengertian filsafat secara etimlogi terminologi dan
pendapat para pakar. Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari “philein” yang berarti cinta (love) dan “sopia” kebijaksanaan (wisdom).
Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba
dan pencari kebijaksanaan.[22]
Menurut
catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Phytagoras, seorang
filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum masehi. Cicero (106-43 SM),
seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih
dibaca hingga saat ini, mencatat bahwa kata “filsafat” dipakai Phytagoras
sebagai reaksi terhadap kaum cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya
‘ahli pengetahuan’. Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan
terus berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujunganya. Jadi,
jangan sombong menjuluki diri kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu
pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Kata
Phytagoras, kita ini lebih cocok dikatakan sebagai pencari dan pencinta
pengetahuan dan kebijaksanaan, yakni filosof.[23]
Dalam
tradisi Islam, kata filsafat tidak dijumpai di dalam nomenklatur Islam, baik
Alquran maupun Hadis. Terang saja, karena kata filsafaat sendiri bukan dari bahasa
Arab sebagai bahasa Alquran dan Hadis , tetapi bahasa Yunani, sehiungga kata
ini tidak ditemukan dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, apakah agama Islam memperkenankan pemiliknya
mempelajari filsafat?. Kendati kata filsafat tidak dijumpai dalam Alquran
maupun hadis namun sinonim dari kata ini bisa ditemukan yaitu hikmah.[24]
Pengetahuan,
ilmu dan filsafat telah kita pahami, sekarang mari kita bedakan ketiga istilah
diatas. Pengetahuan hanya sebatas mengerti tentang sesuatu melalui pengindraan.
Sedangkan ilmu adalah gabungan atau kumpulan pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dan telah diuji kebenarannya. Sementara filsafat berusaha
mencari hakit sesuatu secar mengakar.
I
Nengah Kerta Besung dalam Nawir Yuslem menyimpulkan perbedaan ilmu dengan
pengetahuan sebagai berikut:
a. Adanya
perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakankumpulan dari
berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu
setelah memenuhi syarat-syarat objek material dan objek formal.
b. Ilmu
bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti
observasi, eksperimen, dan klaasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan
menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak
dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif).
c. Pengetahuan
adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik
maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode dan mekanisme tertentu.
Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulannya
ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dulu. Pencarian pengetahuan
lebih cenderung trial and error
berdasarkan pengalaman belaka.
Adapun
perbedaan ilmu dengan filsafat menurut Endang Saifuddin Anshari dalam Nawir
Yuslem adalah sebagai berikut:
a. Objek
formal Ilmu: mencari keterangan yang dapat dibuktikan melalui penelitian,
percobaan dan pengalaman manusia. Sedangkan objek formal filsafat: mencari
keterangan sedalam-dalamnya, hingga kekar persoalan, sampai kesebab-sebab dank
ke ‘mengapa’. Terakhir, sepanjang yang kemungkinan dapat dipikirkan.
b. Objek
materi filsafat ialah:
1. Masalah
Tuhan, sesuatu yang berada diluar jangkauan ilmu pengetahuan empiris.
2. Masalah
alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
3. Masalah
manusia yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan
empiris.[25]
C.
Metode
Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah
1. Metode
Ilmiah
Setiap
kali seseorang melakukan pengkajian ilmiah, dalam bidang apa pun, dia perlu
menyadari dan merumuskan pendekatan dan metodologi yang akan digunakan dalam
pengkajian tersebut. Pendekatan perlu ditetapkan dan disadari sepanjang
berlangsungnya pengkajian untuk mempertahankan sebuah perspektif yang membantu
memberi arah bagi seorang pengkaji. Metodologi, disisi lain, tidak saja memberi
arah dan membantu kelancaran pelaksanaan tetapi yang lebih penting lagi
memungkinkan pengujian kembali kesimpulan-kesimpulan sebuah pengkajian.[26]
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi
ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang
dinamakan dengan metode ilmiah.[27]
Metode
ilmiah adalah penting bukan saja dalam proses penemuan pengetahuan namun
lebih-lebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada
masyarakat ilmuan. Sebuah laporan penelitian ilmiah mempunyai sistematika cara
berfikir tertentu yang tercermin dalam format dan tekniknya.[28]
Sistematisasi
metode-metode ilmiah pada setiap bidang keilmuan makin memperkecil dan
mempetajam masing-masing bidang, tetapi masih dapat ditandai sejumlah metode
umum yang berlaku bagi semua ilmu pengetahuan tanpa pengecualian.
a. Beberapa
unsur umum dalam subyek:
-
Bertanya, ragu, dan kritis
-
Rasional
-
Intuitif (konkret) konseptual (abstrak)
-
Reflektif, observatif, deskriptif, dan
eksperimen.
b. Beberapa
unsur metode umum:
-
Aksioma
-
Defenisi
-
Pembagian
-
Hipotesa
-
Analogis
-
Komparatif
-
Pembuktian
-
Verifikasi
c. Situasi
ilmiah yang berbeda:
1. Metode
penelitian (inventif): jalan tertentu untuk lebih mendasari atau memperluas
ilmiah.
2. Metode
pembicaraan (edukatif): jalan tertentu untuk mengajar dan mempelajari teori
ilmiah yang sudah terbentuk.
d. Dua
pendekatan yang fundamental:
1. Metode
historis-elektif-eliminatif: dipelajari aliran-aliran dan teori-teori pada
bidang tertentu yang muncul sepanjang sejarah sampai tersisa teori yang
dianggap paling memuaskan.
2. Metode
sistematis: dalam dialog dengan aliran dan teori lain secra sistematis-metodis
dibangun teori yang meliputi semua segi dan soal pada bidang penelitian.
e. Dua
pengarahan penelitian yang fundamental:
1. Metode
aposteori (kritis):
Hal yang menjadi titik
tolak itu tergantung pada adanya hal yang dicari.
a. Analisa/reduksi
structural
-
Dari keseluruhan kompleks kebagian yang
sederhana.
-
Dari fakta-fakta atau gejala-gejala ke
hakikat atau syarat-syarat.
b. Induksi
-
Dari singular ke universal
-
Dari khusus le umum.
c. Regresi:
dari akibat ke sebab
-
Retrospektif: dari sekarang ke dulu
-
Prospektif: dari sekarang ke masa depan.
2. Metode
apriori (spekulatif):
Hal yang menjadi
titiktolak menurut ‘adanya’ mendahulu hal yang dicari:
a. Sintesa/produksi
structural:
-
Dari bahagian yang sederhana ke yang
kompleks
-
Darihakikat/syarat ke fakta/gejala
b. Deduksi
-
Dari yang universal ke yang singular
-
Dari yang umum ke yang khusus
c. Progresi
-
Dari sebab ke akibat
1. Progresi
evolutif: daridahulu ke sekarang
2. Progresi
prospektif: dari sekarang ke masa depan.[29]
Metode
ilmiah dicerminkan melalui penelitian ilmiah yang merupakan gabungan dari cara
berfikir rasional dan empiris. Krangka ilmiah seperti dijelaskan Jujun Suria.
S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu,
sebagai berikut:
a. Perumusan
masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta diidentifikasi faktor-faktor yang terkait didalamnya.
b. Penyusunan
kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis, merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun
secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya
dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c. Perumusan
hipotesis, merupakan jawaban sementara antara dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang
dikembangkan.
d. Pengajuan
hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak.
e. Penarikan
kesimpulan, sebagai penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak
atau diterima.[30]
3. Struktur
Pengetahuan Ilmiah
Ilmu
merupakan kumpulan dari pengetahuan yang tersusun secara sistematis, sudah
barang tentu memiliki komponen-komponen yang terstruktur. Sistem pengetahuan
ilmiah mencakup kelompok-kelompok unsur sebagai berikut:
a. Jenis-jenis
sasaran
b. Bentuk-bentuk
pernyataan
c. Ragam-ragamproposisi
d. Pembagian
sistematis.[31]
Secara
ringkas, struktur pengetahuan ilmiah itu ditunjukkan secara sistematis sebagai
berikut:
a.Objek
Sebenarnya
|
b.Bentuk
Pertanyaan
|
c.Ragam
Proposisi
|
d.
ciri pokok
|
1.
Objek material
a.
Ide abstrak
b.
Benda fisik
c.
Jasad hidup
d.
Gejala rohani
e.
Peristiwa sosial
f.
Proses tanda
2.
Objek Formal
-
Pusat perhatian
|
1.
Diskripsi
2.
Diskrripsi
3.
Eksposisi pola
4.
Rekonstruksi historis
|
1.
Asas ilmiah
2.
Kaedah ilmiah
3.
Teori ilmiah
|
1.
Sistematisasi
2.
Keumuman
3.
Rasionalitas
4.
Obyektifitas
5.
Veriviabilitas
6.
komunalitas
|
D.
Berbagai
Trend Penelitian Ilmiah
Pengetahuan
manusia berkembang begitu pesat, tentunya model dan jenis penelitian serta
pendekatan yang digunakanpun berbeda beda. Pengetahuan yang diperoleh terus
diuji kebenarannya sehingga dapat dipertanggungjawabkaan secarailmiah. Demikian
seterusnya bahwa luar biasanya manusia ini mampu menciptakan dan menemukan
hal-hal baru yang tidak dapat dipisahkan dari penelitian.
Penelitian
berkembang pesat dan menuntut bahwa
setiap kajian-kajian ilmiah harus menuhi berbagai syarat yaitu logis, empiris,
sistematis dan berlaku secara univerasal. Berikut ini akan dikemukakan berbagai
macam trend penelitian yang berkembang hari ini:
1. Spesialisasi
Spesialisasi merupakan sebuah kajian
keilmuan yang mengkhususkan pada suatu bidang keilmuan tanpa menghubungkan
dengan disiplin ilmu yang lainnya. Seperti mengkhususkan pada satu bidang
keilmuan antropologi, sosiologi, dan lain sebagainya. Tujuannya agar kebenaran
dari suatu ilmu benar-benar dapat terwujud dalam mengatasi persoalan yang
terkait dengan bidang keilmuan tersebut.
2. Inter-disiplin
Inter-disiplin merupakan sebuah usaha
mengintegrasikan persepsi pengetahuan, data, konsep, informasi dari dua
disiplin keilmuan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mendasar. Atau
untuk memecahkan sebuah persoalan keilmuan. Seperti mengintegrasikan ilmu
Tauhid dengan ilmu Kalam yang pada akhirnya akan menghasilkan kerangka kerja
konseptual yang baru.
Dalam satu disiplin keilmuan terkadang
membutuhkan konsep-konsep dari keilmuan yang lainyang dapat memberikan
sumbangan keilmuan sebagai usaha mengatasi persoalan yang komprehensif.
Sehingga perlu diadakannya integrasi dalam disiplin keilmuan.
3. Multi-Disiplin
Multi disiplin merupakan penggabungan
beberapa disiplin keilmuan yang mengandung konsep-konsep keilmuan yang hampir
sama, dalam mengatur masalah-masalah yang bersifat kompleks. Multi disiplin ini
akan mengambil potongan-potongan dari kontribusi disiplin dan
mengintegrasikannya agar menghasilkan kerangka kerja konseptual yang baru.
4. Studi
kawasan
Studikawasan
adalah penelitian ilmiah tentang sebuah wilayah yang ruang lingkupnya membahas
segala yang ada dalam sebuah wilayah atau kawasan, baik dari adat istiadat,
kebudayaan, sosial kemasyarakatan, bahasa dan lain-lain. Yang pada hakikatnya
terdapat perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Ketika
studi kawasan ini dilakukan, tentunya akan menghasilkan pemahaman yang mendalam
tentang keberadaan sebuah wilayah yang pada akhirnya menjadi satu keilmuan
tertentu tentang sebuah wilayah tertentu yang pada akhirnya berguna bagi
perkembangan dan kelestarian wilayah tersebut.[32]
BAB
III
KESIMPULAN
Tulisan ini secara sederhana telah
memberikan penjelasan kepada kita bahwa pengetahuan itu adaalah segala sesuatu
yang kita tahu yang berasal dari hasil pengindraan. Sedangkan ilmu adalah
kumpulan dari berbagai pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis. Cara
seseorang untuk dapat memperoleh pengetahuan bermacam-macam, mulai dari metode
coba-coba (trial and error), anggapan
secara umum (common sense), melalui
pengalaman, melalui wahyu dari Tuhan dan masih banyak cara lainnya. Perbedaan
antara pengetahuan, ilmu dan filsafat terletak pada objek material, sistematika
dan pengujian untuk memperoleh kebenaran.
Metode ilmiah merupakan prosedur
atau cara dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu melalui
perumusan masalah, penyusunan kerangka berfikir, perumusan hipotesis, pengajuan
hipotesis, dan penarikan kesimpulan melalui pengamatan (observasi), pengukuran (measuring),
penjelasan (explaining), dan
pemeriksaan kebenaran (verifying).
Trend penelitian ilmiah yang banyak
diminati dan berkembang hari ini adalah spesialisasi, inter disiplin, multi
disiplin dan studi kawasan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asari,
Hasan. Nukilan Pemikiran Islam Klasik:
Gagasan Pendidikan Abu Hamid Al-Ghazali. Medan: IAIN Press, 2012.
__________. Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intlektual
Muslim Klasik. Bandung: Citapustaka Media, 2006.
Al Rasyidin dan Ja’far. Filsafat
Ilmu Dalam Tradisi Islam. Medan: Perdana Publishing, 2015.
Al Rasyidin dan Mardianto, Panduan Kuliah Filsafat Ilmu. Medan: FT
IAIN SU,
T.T.
Departemen Pendidikan Nasional. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ictiar
Baru Van Hoeve, 2001.
Ihsan,
H. A. Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010.
Ja’far.
Gerbang-gerbang Hikmah: Pengantar
Filsafat Ilmu. Banda Aceh: PeNa, 2011.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Lacey, A. R.. A Dictionari of Philosophy. London: University
of London, 200.
Lubis,
Nur Ahmad Fadhil. Pengantar Filsafat Umum.
Medan: IAIN Press, 2001.
____________________.
Pengantar Filsafat Umum:Edisi Revisi. Medan:
IAIN Press, 2011.
Nursanjaya dan Amiruddin. Rancangan Penelitian Tindakan. Bandung:
Cita Pustaka, 2010.
Suriasumatri, Jujun
S. Filsafat Ilmu: Sebuah Penegantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007.
_________________.
Ilmu
Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik. Jakarta: Gramedia, 2003.
Syafaruddin. Filsafat
Ilmu: Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan. Bandung: Cita Pustaka
Media Perintis, 2008.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Yuslem, Nawir. Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian
Islam. Bandung: Citapustaka Media, 2013.
[1] Al Rasyidin dan Ja’far, Filsafat Ilmu Dalam Tradisi Islam (Medan:
Perdana Publishing, 2015), h. 80.
[2] H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010), h. 126.
[3] Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu: Sebuah Penegantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 50.
[4] Ibid., h. 53.
[5] Ibid., h. 54.
[6] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum (Medan: IAIN
Press, 2001), h. 82-83.
[7] Syafaruddin, Filsafat Ilmu: Mengembangkan Kreativitas
Dalam Proses Keilmuan (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2008), h.31.
[8] Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian
Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2013), h. 29.
[10] Nursanjaya dan Amiruddin, Rancangan Penelitian Tindakan (Bandung:
Cita Pustaka, 2010), h. 42-47.
[11] Hasan ASari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik: Gagasan
Pendidikan Abu Hamid Al-Ghazali (Medan: IAIN Press, 2012), h. 80-81.
[14] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1121.
[15] A. R. Lacey, A Dictionari of Philosophy (London:
University of London, 200), h. 90.
[16] Al Rasyidin dan Mardianto, Panduan Kuliah FilsafatIlmu (Medan: FT
IAIN SU, T.T), h. 14.
[17] Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 56.
[18] Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ictiar
Baru Van Hoeve, 2001), h. 201.
[20] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), h. 3.
[22]
Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 5.
[24] Ja’far, Gerbang-gerbang Hikmah: Pengantar Filsafat Ilmu (Banda Aceh: PeNa,
2011), h. 10.
[25] Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan, h. 32-33.
[26] Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah
Sejarah Sosial-Intlektual Muslim Klasik (Bandung: Citapustaka Media, 2006),
h. 3.
[27]
Jujun S, Filsafat Ilmu, h. 119.
[29]
Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 19-21.
[30] Jujun S. Suriasumatri, Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan
Politik, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 119.
[31]
Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan, h. 34..