Silahkan baca salah
satu puisi terbaik karya KH. Mustofa Bisri di bawah ini dengan seksama. Hayati,
pahami kemudian renungkan.
Kau ini
bagaimana
Kau bilang aku
merdeka, kau memilihku untuk segalanya
Kau suruh aku
berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus
bagaimana
Kau bilang
bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang
jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini
bagaimana
Kau suruh aku
memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku
toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus
bagaimana
Kau suruh aku maju,
aku maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku
bekerja, aku bekerja, kau ganggu aku
Kau ini
bagaimana
Kau suruh aku
taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku
mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus
bagaimana
Aku kau suruh
menghormati hukum,kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh
berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini
bagaimana
Kau bilang Tuhan
sangat dekat, kau sendiri memangil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau
suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus
bagaimana
Aku kau suruh
membangun, aku membangun kau merusaknya
Aku kau suruh
menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini
bagaimana
Kau suruh aku
menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku
harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus
bagaimana
Kau suruh aku
jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku
sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus
bagaimana
Kau bilang
bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang
jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus
bagaimana
Kau bilang
kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang
carikan alternatifnya, aku kasih alternaatif kau bilang aku mendikte saja
Kau ini
bagaimana
Aku bilang
terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang
terserah kita, kau tak suka
Aku bilang
terserah aku, kau memakiku
Kau ini
bagaimana
Atau aku harus bagaiman
Gus
Mus
-1987-
Saya jadi teringat
dengan ungkapan Abdullah Quilliam, beliau sering disebut sebagai Muslim pertama
di Inggris dan Dialah yang sangat getol menyebarkan Islam di markas Liverpool, kira-kira
begini ungkapannya: “sebagian orang terlalu banyak omong. Apa yang
diceramahkannya satu jam jauh lebih banyak dari apa yang ia telah amalkan
sepanjang hidupnya”. Sebagai seorang Da’i, jujur saja saya ikut
tersinggung. Tetapi bila di renungkan lebih jauh, maka ungkapan diatas ada
benarnya juga. Bahwa budaya oral selama ini jauh lebih di minati dan kita
nikmati daripada budaya tulis-menulis apalagi untuk sampai kepada budaya kerja
nyata. Puisi diatas ingin mengingatkan kepada kita bahwa, apa yang kita katakan
idealnya sesuai dengan apa yang kita lakukan. Alquran juga telah mengecam
kepada siapa saja yang hanya pandai mengatakan tapi tidak mau melakukan (QS. 61:2).
Bulan Ramadhan
merupakan bulan tausiyah, hampir semua stasiun televisi menyiarkan ceramah dan
siraman rohani. Di berbagai masjid juga hampir setiap malam menyuguhkan acara
yang sama. Agaknya profesi Ustadz menjadi sedikit populer selama sebulan ini.
Terlepas dari berbagai gaya penyampaian masing-masing, saya kira tujuan dari
tausiyah adalah agar ummat Islam bisa menjalankan puasa dengan baik dan meraih
predikat taqwa. Tetapi sangat disayangkan bilamana ceramah-ceramah tersebut
disampaikan hanya sebatas pengulangan-pengulangan kajian yang stagnan. Lebih
parah lagi, jika ceramah hanya disampaikan untuk mengundang tawa para jama’ah
semata. Para ustadz seharusnya mampu memberikan nuansa baru, dengan
memodifikasi sedikit materi ceramah mereka yang sesuai dengan konteks zaman
hari ini.
Mantap bang, idealnya ustadz memang harus menjadi contoh bukan hanya sekedar mengulang kaji.
BalasHapus