Di antara Hadis yang cukup populer saat
Ramadan adalah: “Bagi orang yang berpuasa, ada dua kebahagiaan yang ia
rasakan. Pertama, kebahagiaan ketika berbuka puasa, dan kedua, Bahagia ketika
bertemu dengan Tuhan-Nya”.
Memang senang rasanya ketika sampai waktu berbuka
puasa. Haus yang ditahan seharian dapat segera sirna, demikian juga dengan rasa
lapar yang sejak lama terasa segera akan hilang. Kebahagian itu juga terasa
bahkan menjelang berbuka. Mulai dari belanja bukaan puasa, sampai menunggu
detik-detik menjelang magrib semua dilalui dengan perasaan gembira. Pendeknya, psikologi
orang lapar pasti gembira menunggu waktu makan tiba.
Lebih dari itu, Hadis di atas menyatakan
bahwa ada kegembiraan yang lebih besar dari sekadar menunggu waktu berbuka. Kegembiraan
itu adalah ketika bertemu dengan Allah swt. Memang, hal ini abstrak/gaib dan
sulit dijelaskan. Sebab hanya beberapa Nabi dan Rasul saja yang pernah bertemu
langsung dengan Allah. Untuk mengkonfirmasinya pun hampir tidak mungkin. Kita hanya
bisa meyakini ayat atau Hadis yang menjelaskan bagaimana rasa bahagianya saat
bertemu dengan Allah.
Mungkin saja dapat diumpamakan dengan
seorang anak yang sudah lama tidak bertemu dengan orang tuanya, baik karena
merantau, atau karena hal lain yang harus memisahkan mereka. Meluapkan rasa
rindu saat bertemu dengan anak, orang tua atau bisa juga dengan istri tentu
tidak akan terlukiskan betapa bahagianya. Bagaimana pula dengan Allah swt. Yang
sejak dalam kandungan kita semua telah bersaksi bahwa Ia merupakan Tuhan,
selama hidup kita menyembah-Nya. Tidakkah kita penasaran bagaimana bentuk-Nya?.
Ini semua akan terjawab nanti di hari kemudian, tentu bagi orang-orang yang melaksanakan
ibadah puasa dengan keikhlasan.
Soal apakah Allah dapat dilihat wujudnya ataukah
hanya nur-Nya saja? Sampai hari ini masih menjadi perdebatan ahli kalam.
Tetapi yang jelas, bertemu dengan orang yang kita sembah selama hidup kita,
yang menjadi Tuhan sekalian alam adalah sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai.
Kalau hanya makan dan minum, berapa banyak
yang sanggup dimakan oleh manusia? Dua, tiga piring pasti sudah kenyang. Bahkan
akan merasa muak melihat makanan itu. Demikian juga dengan minum, berapa banyak
yang sanggup diminum oleh manusia? Dua, tiga gelas sudah cukup.
Ada teori kebutuhan dasar manusia,
sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Sigmun Freud bahwa kebutuhan pokok
manusia itu adalah makan, minum, tidur dan berhubungan suami istri. Makan dan
minum sudah dijelaskan di atas, seberapa banyak yang sanggup dimakan dan
diminum oleh manusia, sangat terbatas. Tidur, seberapa lama manusia sanggup
tidur? Tidak lama. Antara delapan hingga sepuluh jam saja. Kalau lewat, pasti
badan akan terasa capai. Demikian pula dengan berhubungan biologis antara suami
dan istri, waktunya juga terbatas. Artinya, kebahagiaan dan kenikmatan dunia
ini hanya sebentar saja.
Apa yang ingin disampaikan, poinnya adalah jika
kebahagiaan itu hanya ada dua, dan yang satu tadi sudah dijelaskan sifatnya
hanya sementara, maka kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika bertemu
dengan Allah swt. nanti di surga-Nya. InsyaAllah.