Ramadan identik dengan bulan Al-Qur’an.
Karena memang Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada tanggal 17 Ramadan dan
setiap tahunnya diperingati dengan peristiwa Nuzul Qur’an. Di bulan ini,
semangat orang-orang yang berpuasa untuk membaca Al-Qur’an sangat tinggi. Masjid-masjid
bahkan sampai tengah malam tidak sepi dari bacaan Al-Qur’an, sebagaian masjid
lainnya bahkan ada yang melanjutkan setelah subuh sampai menjelang duha.
Kebiasaan ini tentu baik dan tidak salah.
Membaca Al-Qur’an di bulan Ramadan sangat
dianjurkan. Sebab, pahalanya akan dilipatgandakan. Karenanya, banyak orang yang
mengejar kuantitas dengan berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur’an. Konon, kata
Imam Syafi’i bahwa hak dari Al-Qur’an untuk dikhatamkan adalah sejumlah umur
dari seorang Muslim. Dengan demikian, Muslim yang baik adalah mereka yang
mengkhatamkan Al-Qur’an setidaknya setahun sekali, dan momentum yang paling
tepat adalah saat Ramadan seperti ini.
Selain mengkhatamkan Al-Qur’an, ada pula
sebagian kecil di antara mereka yang berupaya memperbaiki kualitas bacaan
Al-Qur’annya dengan cara bertadarus. Sebagian kecil lagi, berupaya membaca
Al-Qur’an dengan terjemahannya bahkan sampai kepada tafsirnya. Ada pula yang
secara serius melakukan penelitian Al-Qur’an kemudian menuliskannya.
Memang umat Islam perlu serius memperbaiki
kualitas bacaan Al-Qur’an mereka tidak hanya dari sisi tajwid dan fasahah
saja. Tetapi bagaimana umat Islam bisa memahami apa yang mereka baca untuk
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Masjid-masjid kita perlu membuat program
khusus selain dari tadarus Al-Qur’an juga bagaimana membuat kajian-kajian
khusus tafsir Al-Qur’an. Para akademisi
dan intelektual Muslim juga perlu melakukan kajian-kajian serius tentang
bagaimana Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai inspirasi kehidupan.