“Kalau ada buku yang
paling tebal didunia ini, maka judulnya pasti Alasan”.
Demikian yang pernah disampaikan oleh Bapak Zulkifli Nasution, MA dosen Tafsir
Tarbawi saya ketika masih smester III
dahulu. Adagium ini memang terkesan hiperbola tetapi jika kita fikir-fikir ada
benarnya juga. Oleh karena memang tendensi manusia selalu ingin mengapologi
diri untuk menutup-nutupi kesalahannya dengan berbagai alasan. Lebih parahnya
lagi banyak alasan yang didesain
berbalut dusta.
Dalam
ilmu filsafat alasan adalah premis untuk menguji suatu kebenaran. Tetapi alasan
kali ini lebih cenderung kepada soal etika atau moral atau soal nilai-nilai
keagamaan. Alasan adalah cara kita untuk mempertanggungjawabkan sesuatu yang
kita lakukan. Sederhananya alasan itu didefenisikan sebagai jawaban atas mengapa
seseorang melakukan suatu tindakan. Setiap kita pasti memiliki alasan mengapa
melakukan sesuatu?, mengapa memilih sesuatu?, mengapa berargumen demikian?. Pastilah kita
punya alasan tersendiri. Alasan itu bisa sifatnya ilmiah, bisa juga tidak
ilmiah. Alasan yang ilmiah merupakan alasan rasional/masuk akal yang didukung
oleh data, fakta, angka atau alasan yang di sokong oleh teori tertentu. Sedangkan
alasan yang tidak ilmiah adalah alasan yang mengada-ada, irasional, kelihatan
janggal dan diragukan kebenarannya. Alasan
yang tidak ilmiah ini biasanya disampaikan dalam waktu yang agak lama,
berbelit-belit dan sarat dengan unsur dusta. Ada juga alasan yang bersifat reflex,
tiba-tiba dan spontanitas, biasanya alasan ini adalah alasan yang paling benar
dan jujur. Karena diucapkan apa adanya tanpa pemikiran yang panjang.
Alasan
ilmiah sering kita saksikan pada saat-saat forum diskusi, pada saat sidang
sarjana atau ketika maha guru di mintai pendapat tentang sesuatu. Alasan non
ilmiah biasanya kita temukan pada saat “sales
mlm” mengemukaakan keuntungan yang besar dalam waktu singkat dan tidak perlu
kerja. Atau ketika mahasiswa terlambat masuk kelas, lalu ditanya mengapa ia
terlambat, jika dia menjawab macet, ngak ada angkot dll, maka ketika itu ia
sedang mengungkapkan alasan yang yang tidak ilmiah. Sementara alasan reflex bisa kita lihat jika kita
bertanya kepada anak kecil. Tanyakan apa saja kepada mereka pasti jawaban
mereka jujur.
Sekarang
pertanyannnya adalah ,mengapa orang
beralasan? Pertama, untuk membela diri. Manusiawi memang, jika orang tidak mau
disalahkan, maka satu-satunya sarana untuk membela diri adalah dengan
mengungkapkan beberapa alasan. Yang kedua untuk mempertahankan argumentasi. Alasan
dijadikan senjata agar seseorang terkesan konsisten dengan apa yang telah
diungkapkannya. Sehingga apa yang dia ucapkan dapat dipertanggungjawabkan. Walaupun
terkadang dengan berbagai alasan ini mampu menutup kebenaran yang sesungguhnya
dan merugikan pihak lain,
Sejatinya
memang alasan harus disampaikan. Tetapi hendaklah disampaikan secara jujur apa
adanya. Bukan malah membungkus alasan dengan kebohongan untuk membela diri. Betapa
berdosanya kita ketika menjadikan alasan untuk menutupi kebenaran yang
sesungguhnya. Sama dosanya ketika kita menyampaikan alasan yang mengandung
unsur dusta. Yang semua itu merugikan orang lain. Sekali, dua kali kita mungkin
selamat dan merasa aman oleh karena keberhasilan kita menutupi cela pribadi. Tetapi
yakinlah bahwa Semakin sering kita beralasan yang tidak rasional maka itu akan
menjadi penyakit dalam diri kita. Sehingga orang akan memberi label pendusta
dan muak melihat wajah kita. “sekali arang tercoreng didahi, seumur hidup orang
takkan percaya”.
Salah satu ciri oarang yang tidak akan bisa
sukses adalah orang yang selalu mencari-cari alasan. So, berkata lah yang
benar, sampaikan apa adanya walaupun terasa pahit. Sehingga hari-hari kita akan
bahagia. Karena bebas dari ketakutan yang muncul kalau-kalau orang mengetahui
alasan berbalut dusta yang sering kita kemukakan. Jangan pernah merugikan orang
lain atas setiap ucapan dan tindakan yang kita lakukan. InsyaAllah kita akan bahagia.
Semoga