Senin, 30 Januari 2017

Menyoal Kebijakan Trump



Menyoal Kebijakan Trump

            Donald Trump Presiden Amerika yang baru, secara resmi menandatangani kebijakan yang bersifat diskriminatif. Betapa tidak, keputusannya melarang tujuh Negara mayoritas muslim (Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman) untuk masuk ke AS selama 90 hari kedepan dan penangguhan program penerimaan pengungsi selama  tiga bulan. Selain itu dia juga melarang seluruh pengungsi dari Suriah tanpa batas waktu. 
Banyak pihak yang menduga bahwa kebijakannya itu sebagai pemenuhan atas janji kampanye yang pernah ia sampaikan beberapa waktu yang lalu. Jika ingin memboikot Negara-negara muslim, mengapa kebijakannya bersifat temporer?. Kepalang tanggung mengapa tidak sekalian saja di boikot untuk selama-lamanya?. Sekiranya larangan tersebut hanya sehari, ini tentu menjadi masalah yang sangat serius. Mengapa? Karena ini adalah bukti bahwa eksekutor  baru di Negeri paman Sam berubah menjadi diskriminator yang sangat mengkhawatirkan dunia.
Tak hanya dunia Internasional yang beramai-ramai mengecam kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Luar Negeri juga menyatakan sikap penolakannya. Bahkan dari kalangan pribumi AS sendiripun banyak yang melakukan aksi protes sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Jika kita tarik kebelakang, sebenarnya kebijakan ini dikeluarkan  bertujuan untuk mengamankan AS dari gangguan teroris. Maka cara yang dianggap paling efektif adalah dengan menutup akses kelompok sparatis untuk masuk ke AS. Jika memang benar demikian, mengapa Negara-negara mayoritas muslim yang menjadi sasaran?. Secara tidak langsung pemerintah AS telah menuduh bahwa penyumbang teror terbesar selama ini adalah Negara-negara Muslim. Lebih jauh lagi, Islam mereka samakan dengan teroris.
Saya tidak mengetahui persis mengapa Indonesia tidak masuk kedalam daftar Negara yang di Black List oleh AS, karena sampai dengan hari ini hubungan antara Indonesia dengan AS cukup baik. Padahal Indonesia merupakan Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia juga akan mengalami nasib yang sama dengan Negara-negara Arab lainnya. Semoga dugaan saya salah.
Tetapi kita patut menjadikan ini sebagai sebuah Warning untuk tetap waspada. Faktanya ketergantungan kita terhadap AS sangat kuat. Misalnya eksport Indonesia dalam berbagai bidang ke AS sangat banyak sekali. Jika diboikot juga, tentu akan berdampak sangat serius. Jika demikian, maka sudah saatnya Pemerintah perlu mandiri secara ekonomi. Saya tau ini tidak mudah, tetapi apa salahnya kita perlu berhati-hati.
Saya khawatir, kebijakan ini justru malah menyulut api dan menambah maraknya kelompok-kelompok radikal (red. Teroris) di Negara-negara Eropa khususnya AS. Karena biasanya orang kalau sudah di marginalkan, di tindas, di diskriminasi, akan bertambah berani dan semakin menjadi-jadi.