Selasa, 04 Oktober 2016

Pengetahuan Manusia Secara Umum



PENGETAHUAN MANUSIA SECARA UMUM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
DEDI SAHPUTRA NAPITUPULU
PEDI-A (REGULER)
                                               
Description: D:\002. TUGAS  KULIAH\logu uin ok.jpg

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

DAFTAR ISI



BAB I:  PENDAHULUAN............................................................................... 1

BAB II: PEMBAHASAN
A.     Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan.................................................... 2
B.     Pengertian dan Perbedaan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat .................. 8      
C.     Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah ................................. 12    
D.     Berbagai Trend Penelitian Ilmiah ......................................................... 17

BAB III: KESIMPULAN.............................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20









KATA PENGANTAR

            Puja dan puji kita kepadaNya yang senantiasa selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia yang tak terhingga, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul Pengetahuan Manusia Secara Umum. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, semoga kelak kita beroleh syafa’atnya di hari kemudian. Amin.
            Makalah ini ditulis sebagi tuntutan kewajiban dari mata kuliah Pendekatan Dalam Pengkajian Islam pada Program Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara Medan. Hal ini bertujuan untuk memberikan sedikit pemahaman kepada pembaca tentang konsep dan perbedaan antara pengetahuan, ilmu, filsafat dan metode ilmiah serta berbagai trend penelitian masa kini. Sumber pengambilan materi yang disusun dalam makalah ini mengutip dari berbagai literatur yang memadai. Oleh karena itu menurut hemat penulis makalah ini layak dijadikan sebagai bahan bacaan dan sarana pengembangan khazanah ilmu pengetahuan terutama dalam memahami mata kuliah dimaksud.
            Sebagai hasil karya manusia biasa, penulis menyadari masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Kepada Guru saya Bapak Prof. Dr. Hasan Asari, MA saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga. Semoga makalah ini mampu mendorong penulis untuk menyelami lebih dalam Pendekatan Dalam Pengkajian Islam.
           








BAB I
PENDAHULUAN


            Saya ingin mengajak kita untuk bernostalgia sejenak, mari kita ingat-ingat kembali masa kecil kita yang penuh dengan tanda tanya. Jika terlalu sulit untuk mengenangnya, perhatikanlah anak-anak kecil yang ada disekeliling anda.  Apa saja yang disaksikan mereka selalu dipertanyakan kepada orang tuanya. Tentu hal ini tidaklah salah karena satu diantara sifat dasar manusia adalah memiliki hasrat ingin tau yang sangat tinggi (curiosity). Maka oleh karenanya manusia selalu belajar untuk mengerti dan memahami apa saja. Dari berbagai jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan dan pengalaman yang diperoleh seseorang, inilah yang kemudian disebut sebagai pengetahuan. Jika pengetahuan tersebut digabung kemudian disusun secara sistematis maka inilah yang kemudian yang disebut sebagai ilmu.
            Manusia mendapatkan ilmu pengetahuan melalui berbagai cara, melalui metode coba-coba, anggapan umum, pengalaman, sampai kepada wahyu yang diilhamkan oleh Tuhan kepadanya. Tetapi pengetahuan itu belum layak dikatakan sebagai ilmu manakala belum memiliki metode ilmiah dan beberapa persyaratan tertentu. Oleh karena itu perlu dipahami dan dibedakan apa yang dimaksud dengan ilmu dan apa pula yang dimaksud dengan pengetahuan serta bagaimana urgensinya dalam kehidupan. Lebih jauh lagi bagaimana fungsinya dalam menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi.
            Dalam makalah ini penulis akan mengupas sedikit mengenai Pengetahuan Manusia Secara Umum: bagaimana cara manusia memperolehnya, pengertian dan perbedaan antara ilmu, pengetahuan, dan filsafat, metode ilmiah dan struktur pengetahuan ilmiah, serta berbagai trend penelitian ilmiah: spesialisasi, inter disiplin, multi disiplin dan studi kawasan. 


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Cara Memperoleh Pengetahuan
Sumber ajaran Islam (Alquran dan Hadis) memberikan informasi bahwa manusia memiliki potensi-potensi yang membuatnya dapat memeroleh ilmu dan mampu mengemban tugas sebagai khalifah dibumi. Potensi-potensi manusia tersebut adalah al-nafs (jiwa), al-sam’a (pendengaran), al-abshar (penglihatan), al-‘aql (akal) dan al-afidah/al-fu’ad/al-qulub (hati). Dari beragam istilah tersebut disimpulkan bahwa ada tiga potensi manusia, yakni panca indra, akal dan hati. [1]
Persoalan yang muncul tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteori. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses pengalaman baik pengalaman yang bersumber dari panca indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan aposteori adalah pengetahuan yang diperoleh melalui informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.[2]
Pertanyaan sederhana yang wajib dijawab adalah bagaimanakah cara kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu?. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio. Dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme.  [3]   
Selain dua cara diatas, ada cara lain untuk memperoleh pengetahuan yaitu melalui intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal  dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.[4]
Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui wahyu. wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat Nabi-nabi yang diutusNya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkaau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah transendental seperti latar belakang penciptaan manusia, dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang gaib (supranatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada Nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.[5]
Cara berikutnya untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui trial and error, yaitu manusia melakukan percobaan terhadap sesuatu tanpa melakukan langkah-langkah/desain secara ilmiah untuk menemukan suatu kebenaran. Dari coba-coba ini manusia mendapatkan pengetahuan melalui proses pengalaman (experience) dan metode ini juga dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah.[6]
Karena pada umumnya pengetahuan seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari sesuatu objek. Rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu (curiosity) yang mendorong manusia untuk melihat.[7]
Dengan sendirinya manusia akan belajar melalui percobaan yang telah dilakukannya. Terlepas dari benar atau salah percobaan tersebut, seiring barjalannya waktu akan menambah pengalaman dan pengetahuannya.
Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui apa yang disebut dengan common sense (anggapan umum), yaitu kebenaran atas dasar penglihatan dan secara kebiasaan bahwa penglihatan itu (objek) merupakan gejala atau tanda akan terjadi sesuatu. Contoh: hari mendung, merupakan tanda akan turun hujan. Common sense diperoleh manusia dari pengalaman sehari-hari. Dengan common sense, semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu dan mereka akan berpendapat sama tentang sesuatu tersebut seperti api yang digunakan untuk membakar, sinar matahari menyilaukan mata, dan lain sebagainya.[8]
Melalui anggapan umum, atau fenomena yang lazim terjadi dapat menambah pengetahuan seseorang. Dengan demikian semakin banyak kita mengetahui tanda-tanda, atau sebab akibat dari suatu peristiwa maka akan menambah pengetahuan kita.
Masih banyak lagi buku-buku yang menceritakan tentang sumber pengetahuan, diantaranya buku yang ditulis oleh Nursanjaya dan Amiruddin yang berjudul  Rancangan Penelitian tindakan. Mereka meyebutkan bahwa secara makro, suber-sumber pengetahuan dapat diklasifikasikan kedalam lima  kelelompok, yaitu:

1.      Pengalaman
Pengalaman adalah sumber pengetahuan yang telah banyak diketahui dan digunakan orang. Setelah seseorang mencoba melakukan beberapa rute perjalanan dari rumah ketempat ke tempat kerja, maka ia akan mengetahui rute mana yang memerlukan waktu lebih pendek dan tidak terjebak kemacetan. Berdasarkan pengalaman pribadi seseorang dapat menemukan jawaban atas banyaknya persoalan yang dihadapi. banyak kearifan yang ditemukan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi yang merupakan buah hasil pengalaman. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman, umumnya dianggap sebagai ciri utama dari perilaku cerdas yang dimiliki manusia. Karenannya berlaku ungkapan pengalaman sebagai guru yang terbaik. Dengan nada yang sama namun redaksi yang berbeda, Alm. Prof.  Dr. Nur A Fadhil Lubis, MA mengatakan bahwa belajar dari pengalaman berarti trial and error (metode coba-coba).[9]
2.      Otoritas
Wewenang atau otoritas sering dijadikan pegangan manusia dalam hal-hal yang sulit atau tidak mungkin diketahui melalui pengalaman pribadi. Maksudnya manusia mencari jawaban atas pertanyaan itu dari orang lain yang telah mempunyai pengalaman dalam hal itu, atau yang mempunyai sumber keahlian lainnya. Apa yang dikatakan oleh orang yang dianggap ahli dibidangnya, diterima sebagai suatu kebenaran. Seorang guru yang masih yunior,senantiasa akan meminta saran-saran kepada guru yang telah senior dan memiliki banyak pengalaman.
Sepanjang sejarah manusia, kita dapat menemukan banyak contoh mengenai ketergantungan manusia pada wewenang dalam mencari kebenaran, terutama pada abad pertegahan ketika para filosof Yunani, seperti Plato dan Aristoteles, dan pemimpin-pemimpin gereja lebih dipercaya sebagai sumber kebenaran bahkan melebihi pengamatan dan pengalaman langsung. Berbeda jauh dengan Islam yang memandang kepercayaan terhadap ulama apabila mereka tetap berpeng kepada sumber kebenaran yang pasti dan mutlak benar, Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebagai sumber kebenaran , wewenang mempunyai kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, orang-orang yang berwenang juga bisa salah, karena mereka juga manusia biasa. Kedua, sering terjadi perbedaan pendapat dari orang yang berwenang. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan mereka sering kali lebih merupakan pendapat pribadi, bukan berdasarkan fakta.
3.      Cara Berfikir Deduktif
Cara berfikir deduktif diartikan sebagai proses berfikir yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan yang bersifat khusus dengan memakai kaidah logika tertentu. Ini adalah suatu sistem penyusun fakta yang telah diketahui guna mencapaai kesimpulan. Hal ini dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme, misalnya: semua makhluk hidup bernafas (premis mayor), Dedi adalah seorang manusia (premis minor), karena itu Dedi adalah makhluk hidup (kesimpulan). Namun demikian, cara berfikir deduktif juga memiliki keterbatasan, yaitu permulaannya harus dimulai dengan dasar-dasar pikiran yang benar terlebih dahulu untuk sampai pada kesimpulan yang benar.
4.      Cara Berfikir Induktif
Pada saat membahas cara berfikir deduktif , dasar pikiran harus diketahui terlebih dahulu sebelum kesimpulan dapat ditarik. Akan tetapi, dalam cara berfikir induktif, kesimpulan dicapai dengan jalan mengamati contoh-contoh, baru digeneralisasikan untuk seluruh kelas. untuk meyakinkan sepenuhnya terhadap kesimpulan induktif, peneliti harus mengamati semua contoh. Misalnya, seekor ikan yang diamati bernafas menggunakan insang. Oleh karena itu, setiap ikan bernafas dengan insang.

5.      Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah biasanya dilukiskan sebagai proses dimana peneliti secara induktif bertolak dari pengamatan mereka menuju hipotesis. Kemudian secara deduktif peneliti bergerak dari hipoteesis ke implikasi logis hipotesis tersebut.mereka  menarik kesimpulan menganai akibat yang akan terjadi apabila hubungan yang diduga itu benar. Apabila implikasi yang diperoleh secara secara deduktif ini sesuai dengan pengetahuan yang sudah diterima kebenarannya, maka implikasi tersebut diuji dengan data empiris yang dikumpulkan.berdasarkan bukti-bukti itu, maka hipotesis dapat diterima atau ditolak. [10]
Ada cara lain yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pengetahuan. Cara ini sepenuhnya bersifat spiritual, tanpa hubungan apapun dengan dunia materi dan tak melibatkan proses empiris atau rasional sama sekali. Teori alternatif ini, sekali lagi diuraikan dengan menggunakan analogi jiwa. [11]
Al-Ghazali dalam buku Nukilan Pemikiran Islam Klasik mengibaratkan hati sebagai sebuah kolam yang kosong, pengetahuan adalah ibarat air, dan indera yang lima adalah ibarat anak-anak sungai (anhar). Ada dua cara untuk mengisi kolam tersebut dengan air. Cara yang pertama adalah dengan membiarkan atau mengarahkan air kedalamnya melalui anak sungai, sampai kolamtersebut benar-benar penuh. Ini adalah analogi bagi proses yang telah dijelaskan terdahulu, yaitu indra menagkap informasi mentah dan kemudian diproses secara internal psikologis hingga menjadi pengetahuan yang lebih matang. Cara yang kedua adalah dengan menggali dasar kolam yang lebih dalam lagi sampai air memancar dari dasarnya dan mengisi kolam tersebut; dan pada saat yang sama semua aliran anak sungai dihentikan secara total. Demikian juga halnya, seseorang dapat memperoleh pengetahuan dengan menutup rapat kelima indranya lalu mengasingkan diri (khalwah) untuk membenahi dan meningkatkan akhlaknya, serta menyelam kedasar jiwanya hingga mata air pengetahuan memancar dari dalam dan memenuhi hatinya.[12]
Singkatnya, ilmu pengetahuan tidak selalu diperoleh dengan menggunakan metode empiris dan rasional, pengetahuan juga dapat diperoleh dari Ilham sebagai anugerah Ilahi kepada siapa yang dikehendakiNya. Namun ini tentu tidak lah mudah, orang-orang yang dianugrahi kelebihan seperti apa yang dimaksud diatas memerlukan kualifikasi khusus.

B.       Pengertian dan Perbedaan Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat
Sering kali orang salah memaknai istilah pengetahuan dan ilmu, lebih celaka lagi banyak yang menyamakannya.  Secara sederhana pengetahuan dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang kita tahu dan itu berasal dari hasil pengindraan. Contoh sederhananya adalah kita tahu bahwa buah rambutan itu berwarna merah melalui pengelihatan kita, rasanya manis karena lidah kita pernah merasakannya. Almarhum Prof. Dr. Nur A. Fadhil Lubis, MA mencontokan lebih rinci lagi: Kita tahu bahwa bunga mawar di kebun rumah kita itu berwarna merah, berkat indera mata; harum semerbak berkat indera penciuman; berduri karena kulit kita pernah menyentuhnya.[13]
 Untuk lebih memperkaya pemahaman  kita, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut  dari berbagai literatur yang ada.
Pengetahuan didefenisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui; kepandaian.[14] Pengetahuan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah knowledge yang berarti penyelidikan kepada alam dan alasan-alasan untuk mengetahuinya.[15] Pengetahuan dari kata “tahu” artinya mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui; kepandaian. Umumnya pengetahuan seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari suatu objek rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu (Curiosity) yang mendorong kita untuk melihat, menyaksikan, mengamati, mengalami dan sebagainya.[16] Pengatahuan adalah segala hal yang diketahui manusia sebagai proses dan produk dari rasa dan kapasitasnya untuk mengetahui sesuatu. Pengetahuan yang diserap manusia itu tentunya banyak sekali. Setiap saat pengetahuan kita terus bertambah. Pengetahuan manusia dibedakan menjadi pengetahuan indrawi (sensual knowledge), pengetahuan rasional (rational knowledge), pengetahuan seni (art knowledge) dan pengetahuan filsafat (philosophical knowledge).[17]
Sekarang kita akan bahas apa itu ilmu?. Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Kata “ilmu” bisa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan).[18] Didalam kamus filsafat, ilmu didefenisikan sebagai belajar dalam pengertian yang luas yang terkait dengan alam, tujuan, cara, media, bagian-bagian, jarak dan hubungannya dengan subjek yang lain.[19]
Orang-orang yang mempelajari bahsa Arab mengalami sedikit kebingungan tatkala menghadapi kata “ilmu”. Dalam bahasa Arab kata al-‘ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya  agar orang yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge.[20]
Jadi dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris.[21]
Sekarang mari kita menju kepada pengertian filsafat secara etimlogi terminologi dan pendapat para pakar. Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari “philein” yang berarti cinta (love) dan “sopia” kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya. Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan.[22]
Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Phytagoras, seorang filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum masehi. Cicero (106-43 SM), seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih dibaca hingga saat ini, mencatat bahwa kata “filsafat” dipakai Phytagoras sebagai reaksi terhadap kaum cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’. Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujunganya. Jadi, jangan sombong menjuluki diri kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu pengetahuan,  apalagi kebijaksanaan. Kata Phytagoras, kita ini lebih cocok dikatakan sebagai pencari dan pencinta pengetahuan dan kebijaksanaan, yakni filosof.[23]

Dalam tradisi Islam, kata filsafat tidak dijumpai di dalam nomenklatur Islam, baik Alquran maupun Hadis. Terang saja, karena kata filsafaat sendiri bukan dari bahasa Arab sebagai bahasa Alquran dan Hadis , tetapi bahasa Yunani, sehiungga kata ini tidak ditemukan dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah agama Islam memperkenankan pemiliknya mempelajari filsafat?. Kendati kata filsafat tidak dijumpai dalam Alquran maupun hadis namun sinonim dari kata ini bisa ditemukan yaitu hikmah.[24]
Pengetahuan, ilmu dan filsafat telah kita pahami, sekarang mari kita bedakan ketiga istilah diatas. Pengetahuan hanya sebatas mengerti tentang sesuatu melalui pengindraan. Sedangkan ilmu adalah gabungan atau kumpulan pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan telah diuji kebenarannya. Sementara filsafat berusaha mencari hakit sesuatu secar mengakar.
I Nengah Kerta Besung dalam Nawir Yuslem menyimpulkan perbedaan ilmu dengan pengetahuan sebagai berikut:
a.       Adanya perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakankumpulan dari berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu setelah memenuhi syarat-syarat objek material dan objek formal.
b.      Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti observasi, eksperimen, dan klaasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif).
c.       Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulannya ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dulu. Pencarian pengetahuan lebih cenderung trial and error berdasarkan pengalaman belaka.
Adapun perbedaan ilmu dengan filsafat menurut Endang Saifuddin Anshari dalam Nawir Yuslem adalah sebagai berikut:
a.       Objek formal Ilmu: mencari keterangan yang dapat dibuktikan melalui penelitian, percobaan dan pengalaman manusia. Sedangkan objek formal filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, hingga kekar persoalan, sampai kesebab-sebab dank ke ‘mengapa’. Terakhir, sepanjang yang kemungkinan dapat dipikirkan.
b.      Objek materi filsafat ialah:
1.      Masalah Tuhan, sesuatu yang berada diluar jangkauan ilmu pengetahuan empiris.
2.      Masalah alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
3.      Masalah manusia yang juga belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.[25]

C.    Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah 

1.      Metode Ilmiah
Setiap kali seseorang melakukan pengkajian ilmiah, dalam bidang apa pun, dia perlu menyadari dan merumuskan pendekatan dan metodologi yang akan digunakan dalam pengkajian tersebut. Pendekatan perlu ditetapkan dan disadari sepanjang berlangsungnya pengkajian untuk mempertahankan sebuah perspektif yang membantu memberi arah bagi seorang pengkaji. Metodologi, disisi lain, tidak saja memberi arah dan membantu kelancaran pelaksanaan tetapi yang lebih penting lagi memungkinkan pengujian kembali kesimpulan-kesimpulan sebuah pengkajian.[26]
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.[27]
Metode ilmiah adalah penting bukan saja dalam proses penemuan pengetahuan namun lebih-lebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuan. Sebuah laporan penelitian ilmiah mempunyai sistematika cara berfikir tertentu yang tercermin dalam format dan tekniknya.[28]
Sistematisasi metode-metode ilmiah pada setiap bidang keilmuan makin memperkecil dan mempetajam masing-masing bidang, tetapi masih dapat ditandai sejumlah metode umum yang berlaku bagi semua ilmu pengetahuan tanpa pengecualian.
a.       Beberapa unsur umum dalam subyek:
-          Bertanya, ragu, dan kritis
-          Rasional
-          Intuitif (konkret) konseptual (abstrak)
-          Reflektif, observatif, deskriptif, dan eksperimen.
b.      Beberapa unsur metode umum:
-          Aksioma
-          Defenisi
-          Pembagian
-          Hipotesa
-          Analogis
-          Komparatif
-          Pembuktian
-          Verifikasi
c.       Situasi ilmiah yang berbeda:
1.      Metode penelitian (inventif): jalan tertentu untuk lebih mendasari atau memperluas ilmiah.
2.      Metode pembicaraan (edukatif): jalan tertentu untuk mengajar dan mempelajari teori ilmiah yang sudah terbentuk.
d.      Dua pendekatan yang fundamental:
1.      Metode historis-elektif-eliminatif: dipelajari aliran-aliran dan teori-teori pada bidang tertentu yang muncul sepanjang sejarah sampai tersisa teori yang dianggap paling memuaskan.
2.      Metode sistematis: dalam dialog dengan aliran dan teori lain secra sistematis-metodis dibangun teori yang meliputi semua segi dan soal pada bidang penelitian.
e.       Dua pengarahan penelitian yang fundamental:
1.      Metode aposteori (kritis):
Hal yang menjadi titik tolak itu tergantung pada adanya hal yang dicari.
a.       Analisa/reduksi structural
-          Dari keseluruhan kompleks kebagian yang sederhana.
-          Dari fakta-fakta atau gejala-gejala ke hakikat atau syarat-syarat.
b.      Induksi
-          Dari singular ke universal
-          Dari khusus le umum.
c.       Regresi: dari akibat ke sebab
-          Retrospektif: dari sekarang ke dulu
-          Prospektif: dari sekarang ke masa depan.

2.      Metode apriori (spekulatif):
Hal yang menjadi titiktolak menurut ‘adanya’ mendahulu hal yang dicari:
a.       Sintesa/produksi structural:
-          Dari bahagian yang sederhana ke yang kompleks
-          Darihakikat/syarat ke fakta/gejala
b.      Deduksi
-          Dari yang universal ke yang singular
-          Dari yang umum ke yang khusus
c.       Progresi
-          Dari sebab ke akibat
1.      Progresi evolutif: daridahulu ke sekarang
2.      Progresi prospektif: dari sekarang ke masa depan.[29]
Metode ilmiah dicerminkan melalui penelitian ilmiah yang merupakan gabungan dari cara berfikir rasional dan empiris. Krangka ilmiah seperti dijelaskan Jujun Suria. S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu, sebagai berikut:
a.       Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta diidentifikasi faktor-faktor yang terkait didalamnya.
b.      Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c.       Perumusan hipotesis, merupakan jawaban sementara antara dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
d.      Pengajuan hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e.       Penarikan kesimpulan, sebagai penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.[30]

3.    Struktur Pengetahuan Ilmiah
Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang tersusun secara sistematis, sudah barang tentu memiliki komponen-komponen yang terstruktur. Sistem pengetahuan ilmiah mencakup kelompok-kelompok unsur sebagai berikut:
a.       Jenis-jenis sasaran
b.      Bentuk-bentuk pernyataan
c.       Ragam-ragamproposisi
d.      Pembagian sistematis.[31]
Secara ringkas, struktur pengetahuan ilmiah itu ditunjukkan secara sistematis sebagai berikut:
a.Objek Sebenarnya
b.Bentuk Pertanyaan
c.Ragam Proposisi
d. ciri pokok
1.    Objek material
a.       Ide abstrak
b.      Benda fisik
c.       Jasad hidup
d.      Gejala rohani
e.       Peristiwa sosial
f.       Proses tanda
2.    Objek Formal
-       Pusat perhatian



1.  Diskripsi
2.  Diskrripsi
3.  Eksposisi pola
4.  Rekonstruksi historis




1.     Asas ilmiah
2.     Kaedah ilmiah
3.     Teori ilmiah



1.   Sistematisasi
2.   Keumuman
3.   Rasionalitas
4.   Obyektifitas
5.   Veriviabilitas
6.   komunalitas
D.    Berbagai Trend Penelitian Ilmiah
Pengetahuan manusia berkembang begitu pesat, tentunya model dan jenis penelitian serta pendekatan yang digunakanpun berbeda beda. Pengetahuan yang diperoleh terus diuji kebenarannya sehingga dapat dipertanggungjawabkaan secarailmiah. Demikian seterusnya bahwa luar biasanya manusia ini mampu menciptakan dan menemukan hal-hal baru yang tidak dapat dipisahkan dari penelitian.
Penelitian berkembang  pesat dan menuntut bahwa setiap kajian-kajian ilmiah harus menuhi berbagai syarat yaitu logis, empiris, sistematis dan berlaku secara univerasal. Berikut ini akan dikemukakan berbagai macam trend penelitian yang berkembang hari ini:
1.    Spesialisasi
Spesialisasi merupakan sebuah kajian keilmuan yang mengkhususkan pada suatu bidang keilmuan tanpa menghubungkan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Seperti mengkhususkan pada satu bidang keilmuan antropologi, sosiologi, dan lain sebagainya. Tujuannya agar kebenaran dari suatu ilmu benar-benar dapat terwujud dalam mengatasi persoalan yang terkait dengan bidang keilmuan tersebut.
2.    Inter-disiplin
Inter-disiplin merupakan sebuah usaha mengintegrasikan persepsi pengetahuan, data, konsep, informasi dari dua disiplin keilmuan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mendasar. Atau untuk memecahkan sebuah persoalan keilmuan. Seperti mengintegrasikan ilmu Tauhid dengan ilmu Kalam yang pada akhirnya akan menghasilkan kerangka kerja konseptual yang baru.
Dalam satu disiplin keilmuan terkadang membutuhkan konsep-konsep dari keilmuan yang lainyang dapat memberikan sumbangan keilmuan sebagai usaha mengatasi persoalan yang komprehensif. Sehingga perlu diadakannya integrasi dalam disiplin keilmuan.
3.    Multi-Disiplin
Multi disiplin merupakan penggabungan beberapa disiplin keilmuan yang mengandung konsep-konsep keilmuan yang hampir sama, dalam mengatur masalah-masalah yang bersifat kompleks. Multi disiplin ini akan mengambil potongan-potongan dari kontribusi disiplin dan mengintegrasikannya agar menghasilkan kerangka kerja konseptual yang baru.
4.    Studi kawasan
Studikawasan adalah penelitian ilmiah tentang sebuah wilayah yang ruang lingkupnya membahas segala yang ada dalam sebuah wilayah atau kawasan, baik dari adat istiadat, kebudayaan, sosial kemasyarakatan, bahasa dan lain-lain. Yang pada hakikatnya terdapat perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Ketika studi kawasan ini dilakukan, tentunya akan menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang keberadaan sebuah wilayah yang pada akhirnya menjadi satu keilmuan tertentu tentang sebuah wilayah tertentu yang pada akhirnya berguna bagi perkembangan dan kelestarian wilayah tersebut.[32]








BAB III
KESIMPULAN

            Tulisan ini secara sederhana telah memberikan penjelasan kepada kita bahwa pengetahuan itu adaalah segala sesuatu yang kita tahu yang berasal dari hasil pengindraan. Sedangkan ilmu adalah kumpulan dari berbagai pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis. Cara seseorang untuk dapat memperoleh pengetahuan bermacam-macam, mulai dari metode coba-coba (trial and error), anggapan secara umum (common sense), melalui pengalaman, melalui wahyu dari Tuhan dan masih banyak cara lainnya. Perbedaan antara pengetahuan, ilmu dan filsafat terletak pada objek material, sistematika dan pengujian untuk memperoleh kebenaran.
            Metode ilmiah merupakan prosedur atau cara dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu melalui perumusan masalah, penyusunan kerangka berfikir, perumusan hipotesis, pengajuan hipotesis, dan penarikan kesimpulan melalui pengamatan (observasi), pengukuran (measuring), penjelasan (explaining), dan pemeriksaan kebenaran (verifying).
            Trend penelitian ilmiah yang banyak diminati dan berkembang hari ini adalah spesialisasi, inter disiplin, multi disiplin dan studi kawasan.  








                                                DAFTAR PUSTAKA
Asari, Hasan. Nukilan Pemikiran Islam Klasik: Gagasan Pendidikan Abu Hamid Al-Ghazali. Medan: IAIN Press, 2012.

__________. Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intlektual Muslim Klasik. Bandung: Citapustaka Media, 2006.

Al Rasyidin dan Ja’far.  Filsafat Ilmu Dalam Tradisi Islam. Medan: Perdana Publishing, 2015.

Al Rasyidin dan Mardianto, Panduan Kuliah Filsafat Ilmu. Medan: FT IAIN SU,
T.T.         

Departemen Pendidikan Nasional. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 2001.

Ihsan, H. A. Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
Ja’far. Gerbang-gerbang Hikmah: Pengantar Filsafat Ilmu. Banda Aceh: PeNa, 2011.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Lacey, A. R.. A Dictionari of Philosophy. London: University of London, 200.

Lubis, Nur Ahmad Fadhil. Pengantar Filsafat Umum. Medan: IAIN Press, 2001.
____________________. Pengantar Filsafat Umum:Edisi Revisi. Medan: IAIN Press, 2011.
Nursanjaya dan Amiruddin. Rancangan Penelitian Tindakan. Bandung: Cita Pustaka, 2010.


Suriasumatri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Penegantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007.
_________________.  Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik. Jakarta: Gramedia, 2003.
Syafaruddin.  Filsafat Ilmu: Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2008.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.


Yuslem, Nawir. Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian Islam. Bandung: Citapustaka Media, 2013.



[1] Al Rasyidin dan Ja’far, Filsafat Ilmu Dalam Tradisi Islam (Medan: Perdana Publishing, 2015), h. 80.   
[2] H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 126.
[3] Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu: Sebuah Penegantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 50.  
[4] Ibid., h. 53.
[5] Ibid., h. 54.
[6] Nur Ahmad Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum (Medan: IAIN Press, 2001), h. 82-83. 
[7] Syafaruddin, Filsafat Ilmu: Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2008), h.31.
[8] Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2013), h. 29.
[9] Ibid., h. 60.

[10] Nursanjaya dan Amiruddin, Rancangan Penelitian Tindakan (Bandung: Cita Pustaka, 2010), h. 42-47.
[11] Hasan ASari, Nukilan Pemikiran Islam Klasik: Gagasan Pendidikan Abu Hamid Al-Ghazali (Medan: IAIN Press, 2012), h. 80-81.
[12] Ibid., h. 80.
[13] Nur A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum: Edisi Revisi (Medan: IAIN Press, 2011), h. 57.  
[14] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1121.
[15] A. R. Lacey, A Dictionari of Philosophy (London: University of London, 200), h. 90.
[16] Al Rasyidin dan Mardianto, Panduan Kuliah FilsafatIlmu (Medan: FT IAIN SU, T.T), h. 14.
[17] Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 56.
[18] Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 201.
[19]  A. R. Lacey, A Dictionari, h. 307.
[20] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 3.
[21]  Jujun S, Filsafat Ilmu, h. 121.
[22] Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 5.
[23] Ibid., h. 5.

[24] Ja’far, Gerbang-gerbang Hikmah: Pengantar Filsafat Ilmu (Banda Aceh: PeNa, 2011), h. 10.
[25] Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan, h. 32-33.
[26] Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intlektual Muslim Klasik (Bandung: Citapustaka Media, 2006), h. 3.
[27] Jujun S, Filsafat Ilmu, h. 119.
[28] Ibid., h. 121.
[29] Fadhil, Pengantar Filsafat, h. 19-21.

[30] Jujun S. Suriasumatri, Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 119. 
[31] Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan, h. 34..

[32] Ibid., h. 36.