Dahulu
kita pernah belajar peribahasa “lain
ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Paling tidak pribahasa ini
mempunyai dua makna: yang pertama adalah aturan disuatu daerah bisa berbeda
dengan daerah lain. Yang kedua setiap negeri atau bangsa berlainan adat
kebiasaannya. Perbedaan itu bisa pada budaya akademik, kedisiplinan, tertib
menunggu antrian, kuliner dan lain-lain.
Memang
benar demikin, bahwa disetiap daerah aturan dan adat kebiasaan yang berlaku
sangat berbeda-beda. Misalnya, budaya akademik di Malaysia terlihat lebih baik
dari Indonesia. Di Malaysia mahasiswa sangat memanfaatkan perpustakaan sebagai
tempat nongkrong favorit untuk membaca buku hingga tengah malam. Jika libur
smester digunakan untuk melakukan riset dan pengabdian masyarakat, atau PKL/magang, tidak ada istilah pulang kampung.
Jika memperoleh nilai mata kuliah yang tidak sesuai dengan espektasi mereka
akan menyesal, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Buang sampah sembarangan dan
merokok dikampus adalah hal yang sangat pantang.
Syarat
untuk memperoleh gelar guru besar di Malaysia harus melakukan penelitian dan
dipublikasikan di jurnal Internasional sebanyak 20 kali. Sangat jauh dari
Indonesia yang cukup hanya satu kali saja. Maka wajar, tunjangan gaji professor
di Malaysia lebih besar dari Indonesia.
Jika
telah menikah namun belum memiliki penghasilan tetap, kerajaan memberikan
subsidi tempat tinggal secara Cuma-Cuma selama lima tahun. Pemandangan yang
terlihat pada saat macet di jalan raya hampir tidak terdengar suara klakson
mobil, mereka antri tertib. Karena membunyikan
klakson termasuk polusi suara.
Lain
hal dengan Negara Thailand yang sangat mementingkan ketepatan waktu. Ketika
membuat janji atau pertemuan mereka lebih spesifik dan jelas dalam menyertakan
waktunya misalkan pukul 08.32 mereka
akan datang tepat pada waktunya. Tahiland merupakan Negara yang selalu menjaga
dan mempertahankan tradisi dan kebudayaaan lokal seperti busana, bahasa,
tulisan huruf alphabet sebagai identitas bangsa. Karena mayoritas beragama
budha, maka biksu sangat dimuliakan dan dihormati.
Di
Thailand, sinetron remaja tidak selebay di Indonesia, anak-anak sekolah
berpakaian wajar, tidak ada kesan norak dari rambut gondrong ala koboi junior
disekolah. Rok wanita berada dibawah lutut sedangkan seragam pria dimasukkan.
Konflik dalam serial rama di Thailand tentang persahabatan, impian atau cinta
remaja dengan konteks penyelesaian yang wajar.
Begitu
pula soal makanan yang halal, sangat mudah membedakannya, tertulis jelas muslim food, atau halal food. Sajian makanan banyak menggunakan bahan mentah sebagai
menu tambahan, kangkung, daun ubi, kol, kacang panjang dan manga muda sering
disandingkan dengan menu makanan lainnya sebagai lalapan. Terasa aneh namun
inilah kuliner yang jamak terlihat.
Tidak
ada musim durian di Thailand, setiap bulan telah disetting ladang yang akan
memproduksi durian, tentu dengan
menggunakan teknologi pertanian yang canggih. Jadi kapan saja jika kepingin
makan durian pasti ada.
Saya
tidak akan perpanjang lagi, tidak ada maksud untuk membandingkan apalagi merendahkan
bangsa sendiri. Ini hanya catatan kecil yang saya peroleh dari kunjungan ke
Malasyia dan Thailand beberapa waktu yang lalu. Paling tidak kita dapat belajar
hal positif yang mungkin bisa diterapkan.
Semoga.