Senin, 11 Januari 2016

Mengubah Cara Pandang





هُوَ الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ
“Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung” (Ar-Ra’du:12)

Ayat ini menginformasikan kepada kita bahwa betapa kita perlu melihat sisi baik pada setiap peristiwa. Dan salah satu kunci kebahagiaan seseorang adalah bagaimana ia memandang sisi baik pada setiap kejadian yang dialami. 

Pada saat cuaca mendung, gelap dan berkilat, tentu sebagian kita merasa ketakutan oleh karena suara yang mengerikan dan pengalaman banyak korban yang tersambar petir pada saat kejadian itu. Namun ternyata setelah itu akan turun hujan sebagai rahmat yang luar biasa. Ketika kita merasa ketakutan dengan dentuman suara petir yang menggelegar, pada saat yang sama para petani dan semua tumbuhan sedang menanti air hujan. Penafsiran ayat diatas tentu tidak tunggal. Ketakutan atau harapan. Tentu bagaimana cara kita memandang.

Jadi terserah kita memandang seperti apa?.

Orang yang bahagia akan menganggap mendung dan suara kilat sebagai pertanda akan turun rahmat dari Allah Swt. sedangakan orang yang yang kurang bahagia akan menganggap bahwa kondisi tersebut sebagai hal yang menakutkan.

Contoh lain adalah ketika kita melihat orang yang sedang tersenyum, pada dasarnya senyum itu sama saja terletak di bibir seseorang yang melebar atau sekedar menampakkan gigi saja. Ya, memang begitulah defenisi senyum dimana-mana. Tetapi tahukah kita bahwa arti dari senyuman itu bermacam-macam mulai dari menunjukkkan keceriaan seseorang, keramah-tamahan, kesopanan atau boleh jadi merupakan simbol ejekan. Maka kita harus pandai-pandai memaknai senyuman.

Seringkali kita terjebak dari senyuman orang, kita fikir itu merupakan tanda keramahan tapi justru saat itu kita sedang diejek melalui balutan senyuman yang nyaris tak terlihat. Sangat sulit ditebak, tetapi walau demikian kita tetap harus memilih pandangan yang baik.

Sekarang kalau kita melangkah ke kondisi yang sedikit ekstrim. Ketika kita sedang sakit misalnya. Apakah kita memandang bahwa sakit itu sebagai sebuah kenikmatan atau sebagai hukuman?. Jangan dijawab.
Imam Ali Zainal Abidin ketika beliau sedang sakit  ia berdo’a “Ya Allah, aku tidak tahu, apakah aku harus bersukur atau bersabar dalam kondisi sakitku ini. Sebab, berkat sakitku ini aku terhindar dari kenistaan dan aku punya lebih banyak waktu untuk berzikir dan berkumpul bersama keluarga.” 

Kondisi-kondisi diatas dan persepsi yang berbeda dari setiap orang mengingatkan kita kepada pendapat psikolog, apa yang disebut sebagi reframing (mengubah sudut pandang). Betapa pentingnya kita melihat objek pandangan dari sisi yang berbeda. Seperti ketika kita sedang membidik objek foto, bila disuatu sisi kita kita tahu hasil bidikan tidak bagus. Maka coba carilah sisi lain sampai hasil bidikan benar-benar bagus. Jadi yang diubah adalah sudut pandang. Bukan objek pandang. 

Jadi yang perlu kita ubah adalah cara pandang kita terhadap kondisi-kondisi yang menimpa kita tentunya dengan cara pandang yang positif. bukan mengeluh dengan cara memandang sisi negatif atau malah menyalahkan Tuhan.   
Semoga.