هُوَ الَّذِي
يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ
“Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk
menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung” (Ar-Ra’du:12)
Ayat ini
menginformasikan kepada kita bahwa betapa kita perlu melihat sisi baik pada
setiap peristiwa. Dan salah satu kunci kebahagiaan seseorang adalah bagaimana
ia memandang sisi baik pada setiap kejadian yang dialami.
Pada saat cuaca
mendung, gelap dan berkilat, tentu sebagian kita merasa ketakutan oleh karena
suara yang mengerikan dan pengalaman banyak korban yang tersambar petir pada
saat kejadian itu. Namun ternyata setelah itu akan turun hujan sebagai rahmat
yang luar biasa. Ketika kita merasa ketakutan dengan dentuman suara petir yang
menggelegar, pada saat yang sama para petani dan semua tumbuhan sedang menanti
air hujan. Penafsiran
ayat diatas tentu tidak tunggal. Ketakutan atau harapan. Tentu bagaimana cara
kita memandang.
Jadi terserah kita
memandang seperti apa?.
Orang yang bahagia
akan menganggap mendung dan suara kilat sebagai pertanda akan turun rahmat dari
Allah Swt. sedangakan orang yang yang kurang bahagia akan menganggap bahwa
kondisi tersebut sebagai hal yang menakutkan.
Contoh lain adalah
ketika kita melihat orang yang sedang tersenyum, pada dasarnya senyum itu sama
saja terletak di bibir seseorang yang melebar atau sekedar menampakkan gigi
saja. Ya, memang begitulah defenisi senyum dimana-mana. Tetapi tahukah kita
bahwa arti dari senyuman itu bermacam-macam mulai dari menunjukkkan keceriaan
seseorang, keramah-tamahan, kesopanan atau boleh jadi merupakan simbol ejekan. Maka
kita harus pandai-pandai memaknai senyuman.
Seringkali kita
terjebak dari senyuman orang, kita fikir itu merupakan tanda keramahan tapi
justru saat itu kita sedang diejek melalui balutan senyuman yang nyaris tak terlihat.
Sangat sulit ditebak, tetapi walau demikian kita tetap harus memilih pandangan
yang baik.
Sekarang kalau kita
melangkah ke kondisi yang sedikit ekstrim. Ketika kita sedang sakit misalnya. Apakah
kita memandang bahwa sakit itu sebagai sebuah kenikmatan atau sebagai hukuman?.
Jangan dijawab.
Imam Ali Zainal
Abidin ketika beliau sedang sakit ia
berdo’a “Ya Allah, aku tidak tahu, apakah aku harus bersukur atau bersabar
dalam kondisi sakitku ini. Sebab, berkat sakitku ini aku terhindar dari
kenistaan dan aku punya lebih banyak waktu untuk berzikir dan berkumpul bersama
keluarga.”
Kondisi-kondisi
diatas dan persepsi yang berbeda dari setiap orang mengingatkan kita kepada
pendapat psikolog, apa yang disebut sebagi reframing
(mengubah sudut pandang). Betapa pentingnya kita melihat objek pandangan
dari sisi yang berbeda. Seperti ketika kita sedang membidik objek foto, bila
disuatu sisi kita kita tahu hasil bidikan tidak bagus. Maka coba carilah sisi
lain sampai hasil bidikan benar-benar bagus. Jadi yang diubah adalah sudut
pandang. Bukan objek pandang.
Jadi yang perlu kita
ubah adalah cara pandang kita terhadap kondisi-kondisi yang menimpa kita
tentunya dengan cara pandang yang positif. bukan mengeluh dengan cara memandang
sisi negatif atau malah menyalahkan Tuhan.
Semoga.