Selasa, 09 Februari 2016

PAWANG HUJAN DAN JEBAKAN KESYIRIKAN




“suatu ketika, saya menghadiri acara pesta pernikahan keluarga, saya lihat mereka sedang meyusun bawang merah dan cabe merah berbentuk semacam sate. “Untuk apa ini?” Tanya ku. “supaya tak turun hujan” jawab mereka singkat. Memang ketika itu sedang musim hujan. Tapi sayangnya tameng ini hanya bertahan hingga tengah hari saja. Kira-kira pukul 2 siang, hujan turun lebat, semua undangan dan ahli bait resah, tak terkecuali pawang hujan andalan mereka. “Suruh kedua mempelai melepaskan pakaian dalam mereka, campakkan ke atap rumah!”. Ini lah ungkapan geli yang membuatku ketawa terpingkal-pingkal.

Hujan baru reda kira-kira pukul 4 sore pas waktu ashar. Saya kurang  yakin kalau ini akibat dari beberapa ritual tak masuk akal tadi. Karena malam harinya juga turun hujan padahal pesta belum usai”

Hujan memang mengisahkan banyak cerita, dari sini pula banyak lagu tercipta, utopia dengan judul “hujan”  dan Iis Dahlia yang pernah mempopulerkan lagu “hujan dimalam minggu” misalnya, disamping itu banyak pula dampak yang ditimbulkannya, selain turunnya dinantikan oleh para petani namun selalu diwaspadai oleh mereka yang tinggal dipinggiran kali. Siap-siap banjir datang lagi. 

Ada fenomena unik ketika mulai musim hujan, profesi pawang hujan sebagai job request ramai dicari. Entah lah, apakah efektif atau tidak, tapi kabarnya banyak yang berhasil menunda hujan untuk kelancaran berbagai acara.

Pawang hujan tidak berarti menolak hujan, tetapi menunda dan memindahkan hujan ketempat lain dengan menggunakan beberapa mantra-mantra dan instrumen yang sulit diterjemahkan oleh akal sehat.

Secara umum ada dua tipe pawang hujan,

Pertama, pawang hujan yang bersifat ilmiah biasa dilakukan oleh tim BMKG memakai teknologi modifikasi cuaca antara lain dengan cara memasang generator aerroso (pembangkit) berbahan baku kimia yang dilarutkan dan dibakar sehingga menghasilkan partikel hygroscopis. Alat ini berfungsi untuk memandulkan awan yang berpotensi menjadi hujan menjadi awan putih dan hilang dari target yang diinginkan. Profesi pawang hujan seperti ini dibolehkan menurut para ulama.

Kedua, pawang hujan memakai sihir. Sang pawang dengan prosesi tertentu misalnya menancapkan bawang, cabe dan lainnya, meminta bantuan jin dan sejenisnya untuk memindahkan hujan. Praktek seperti ini merupakan syirik. 

Dari Anas bin Malik, Dahulu pernah ada seorang laki-laki masuk kedalam masjid pada hari jum’at dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, saat itu Rasulullah Saw sedang menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap kearah Rasulullah Saw seraya berkata: “hewan ternak telah binasa dan jalan-jalan  terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami!”, maka Rasulullah berdoa: “ALLAHUMMASQINA, ALLAHUMMASQINA (Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami Hujan)”. Tiba-tiba dari bukit tampak lah awan bagaikan perisai, ketika sudah membubung sampai ketengah langit, awan itu pun menyebar dan hujan pun turun. “sesungguhnya kami tidak melihat matahari selama enam hari”

Kemudian pada jum’at berikutnya, ada seorang laki-laki  masuk dari pintu yang sama, sementara Rasulullah Saw sedang berdiri menyampaikan khutbah, kemudian orang itu menghadap beliau dan berkata ” wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan pun terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menahan hujan”. Maka Rasulullah Saw berdoa: ALLAHUMMA HAWAALAINAALAA ‘ALAINAA (Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami saja, dan jangan membahayakan kami. Ya Allah turunkanlah dia diatas bukit-bukit, gunung-gunung, danau , dan tempat tumbuhnya pepohonan). Maka hujan berhenti lalu kami keluar berjalan dibawah sinar matahari. (HR. Bukhari no. 1013 dan Muslim no. 897). 

Hemat saya, kita tidak perlu merental jasa pawang hujan. Cukup berdoa memohon kepada Allah sesuai dengan anjuran syari’at. Mengapa? Agar tidak terjebak dengan kesyirikan.

Semoga.