Kabar
duka datang dari seluruh civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara (UMSU) Medan. Pasalnya semalam bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional
kita semua mendapat kado pahit berupa tragedi pembunuhan dosen oleh mahasiswanya
sendiri. Ibu Nurain Lubis Mantan Dekan FKIP digorok oleh mahasiswanya Roymando
Sah Siregar.
Terlepas
dari apa motifnya yang masih simpang siur, peristiwa ini menjadi tamparan keras
bagi dunia pendidikan di Indonesia, Betapa hancurnya akhlak anak bangsa kita
hari ini. Kemana rasa hormat mereka
terhadap guru?, kemana rasa segan dan kagum mereka terhadap dosen?. Hilang
entah kemana. Jika terhadap guru saja berani demikian, apatah lagi kepada yang
lain?. Entah lah.
Dalam
kajian Psikologi ada banyak yang menjadi motif mengapa seseorang berani
menghabisi nyawa orang lain, pada urutan yang pertama pribadi yang terlalu
obsesif pada mereka-mereka yang belum dewasa dan butuh perlakuan lebih. Ketika
mereka kehilangan cinta dan kasih sayang, maka kekerasan dianggap satu-satunya
jalan untuk mengusir kehampaan yang da didalam dirinya. Bagi pribadi yang memiliki sikap Paranoid atau seseorang yang
acap kali dilanda cemburu buta. Juga akan cenderung melakukan kekerasan mana
kala ia sedang terbakar api cemburu.
Bagi
mereka yang terlalu agresif juga sangat potensial melakukan tindakan kekerasan
termasuk membunuh. Orang yang memiliki sikap agresif cenderung spontan dan
berani. Dalam melakukan tindakan tanpa memerlukan waktu yang lama untuk
memikirkan baik buruk tindakan yang dihasilkan. Demikian juga bagi pribadi yang
tertutup, mereka jarang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga ketika merasa
kesal maka ia akan memendam sendiri rasa kekesalannya itu. Sifat ini sangat
berbahaya. Nanti, ketika kemarahan nya menumpuk, suatu saat akan meledak dan
memaksa ia untuk melakukan tindakan kekerasan. Terahir mereka yang berpeluang
melakukan sifat pendendam adalah sifat
yang sangat beresiko untuk melakukan tindakan kekerasan. Ketika merasa disakiti
maka dia dapat membalas rasa sakit itu dengan sesuatu yang lebih kejam dari apa
yang dia alami.
Saya
kira, solusi yang bisa kita ambil dari kejadian semalam adalah dengan mengembalikan karakter anak
bangsa, dimulai dari keluarga kita masing-masing serta penanaman nilai-nilai
agama secara mendalam kepada mereka. Demikian pula orang tua harus berperan
aktif dalam membina anak-anak mereka dan senantiasa selalu mengawasi.
Membiasakan dan menanamkan nilai-nilai kesopanan kapan dan dimanapun berada.
Bagi lembaga Pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi hendaklah mengevaluasi
sistem perekrutan calon mahasiswa. Perlu diseleksi betul-betul sesuai standar.
Yang kita perlukan bukan kuantitas jumlah mahasiswanya, tetapi bagaimana kita
bisa menciptakan mahasiswa yang berkualitas baik secara keilmuan maupun
karakter mereka.
Bagi
kita semua hendaknya berprinsip bahwa adab, etika atau akhlak itu diatas ilmu.
Betapapun tingginya ilmu seseorang manakala tidak dihiasi dengan akhlak yang
baik tidak ada gunanya. Saling menghargai, mahasiswa hormat kepada Dosen, Dosen
juga menghargai dan tidak mempersulit mahasiswa.
Saya
khawatir, setelah kejadian ini jangan-jangan mahasiswa menjadi bengis, semakin
tidak hormat kepada dosen, mengapa? Karena sudah ada contoh nyata. Seolah-olah
Dosen kalah telak dalam pristiwa ini. Akan bertambah buruk lagi ketika para
dosen menjadi takut kepada mahasiswa. Trauma karena kejadian ini. Tapi ini
hanya dugaan saya saja. mudah-mudahan tidak demikian. Peristiwa ini hendaknya
menjadi peristiwa yang terahir. Semoga para mahasiswa semakin hormat kepada
dosen, begitu pula bagi para dosen hendaknya menghargai dan tidak mempersulit
Mahasiswa.