Senin, 02 Mei 2016

Kado Pahit Hardiknas




Kabar duka datang dari seluruh civitas akademika Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan. Pasalnya semalam bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional kita semua mendapat kado pahit berupa tragedi pembunuhan dosen oleh mahasiswanya sendiri. Ibu Nurain Lubis Mantan Dekan FKIP digorok oleh mahasiswanya Roymando Sah Siregar.

Terlepas dari apa motifnya yang masih simpang siur, peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia, Betapa hancurnya akhlak anak bangsa kita hari ini. Kemana  rasa hormat mereka terhadap guru?, kemana rasa segan dan kagum mereka terhadap dosen?. Hilang entah kemana. Jika terhadap guru saja berani demikian, apatah lagi kepada yang lain?. Entah lah.

Dalam kajian Psikologi ada banyak yang menjadi motif mengapa seseorang berani menghabisi nyawa orang lain, pada urutan yang pertama pribadi yang terlalu obsesif pada mereka-mereka yang belum dewasa dan butuh perlakuan lebih. Ketika mereka kehilangan cinta dan kasih sayang, maka kekerasan dianggap satu-satunya jalan untuk mengusir kehampaan yang da didalam dirinya. Bagi pribadi yang  memiliki sikap Paranoid atau seseorang yang acap kali dilanda cemburu buta. Juga akan cenderung melakukan kekerasan mana kala ia sedang terbakar api cemburu.

Bagi mereka yang terlalu agresif juga sangat potensial melakukan tindakan kekerasan termasuk membunuh. Orang yang memiliki sikap agresif cenderung spontan dan berani. Dalam melakukan tindakan tanpa memerlukan waktu yang lama untuk memikirkan baik buruk tindakan yang dihasilkan. Demikian juga bagi pribadi yang tertutup, mereka jarang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga ketika merasa kesal maka ia akan memendam sendiri rasa kekesalannya itu. Sifat ini sangat berbahaya. Nanti, ketika kemarahan nya menumpuk, suatu saat akan meledak dan memaksa ia untuk melakukan tindakan kekerasan. Terahir mereka yang berpeluang melakukan  sifat pendendam adalah sifat yang sangat beresiko untuk melakukan tindakan kekerasan. Ketika merasa disakiti maka dia dapat membalas rasa sakit itu dengan sesuatu yang lebih kejam dari apa yang dia alami.

Saya kira, solusi yang bisa kita ambil dari kejadian semalam  adalah dengan mengembalikan karakter anak bangsa, dimulai dari keluarga kita masing-masing serta penanaman nilai-nilai agama secara mendalam kepada mereka. Demikian pula orang tua harus berperan aktif dalam membina anak-anak mereka dan senantiasa selalu mengawasi. Membiasakan dan menanamkan nilai-nilai kesopanan kapan dan dimanapun berada. Bagi lembaga Pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi hendaklah mengevaluasi sistem perekrutan calon mahasiswa. Perlu diseleksi betul-betul sesuai standar. Yang kita perlukan bukan kuantitas jumlah mahasiswanya, tetapi bagaimana kita bisa menciptakan mahasiswa yang berkualitas baik secara keilmuan maupun karakter mereka.

Bagi kita semua hendaknya berprinsip bahwa adab, etika atau akhlak itu diatas ilmu. Betapapun tingginya ilmu seseorang manakala tidak dihiasi dengan akhlak yang baik tidak ada gunanya. Saling menghargai, mahasiswa hormat kepada Dosen, Dosen juga menghargai dan tidak mempersulit mahasiswa.

Saya khawatir, setelah kejadian ini jangan-jangan mahasiswa menjadi bengis, semakin tidak hormat kepada dosen, mengapa? Karena sudah ada contoh nyata. Seolah-olah Dosen kalah telak dalam pristiwa ini. Akan bertambah buruk lagi ketika para dosen menjadi takut kepada mahasiswa. Trauma karena kejadian ini. Tapi ini hanya dugaan saya saja. mudah-mudahan tidak demikian. Peristiwa ini hendaknya menjadi peristiwa yang terahir. Semoga para mahasiswa semakin hormat kepada dosen, begitu pula bagi para dosen hendaknya menghargai dan tidak mempersulit Mahasiswa.