Minggu, 13 Maret 2016

PROBLEMATIKA DAKWAH DI DAERAH MINORITAS





PROBLEMATIKA DAKWAH DI DAERAH MINORITAS

Harusnya dakwah Islam tersebar merata bagi seluruh ummat. Tanpa memandang kuantitas apakah daerah itu mayoritas atau minoritas muslim. Mengapa? Agar syari’at Allah dapat juga terlaksana secara menyeluruh. Tetapi tidak selalu harapan itu berbanding lurus dengan kenyataan yang ada, jika demikian inilah yang menurut ilmu filsafat menjadi sumber sebuah  permasalahan.

Sebagai seorang putra daerah yang beraaal dari daerah muslim minoritas, tulisan ini akan menguraikan beberapa permasalahan dakwah didaerah minoritas berdasarkan pengalaman dan sebagai pelaku dakwah yang terlibat secara langsung:

Yang pertama adalah Kurangnya pembinaan. Untuk mengajak orang masuk kedalam agama Allah tidak sesulit dengan melakukan pembinaan pacsa mereka masuk Islam. Tidak adanya pembinaan secara kontiniu  merupakan penyebab mengapa dakwah didaerah minoritas tidak berjalan sesuai harapan. Bisa saja di suatu daerah menerima dan mau memeluk agama Islam tetapi jika tidak dibina dengan rutin, maka bisa dipastikan akan berbalik kembali (murtad) ke agama mereka sebelumnya.

Inilah pemandangan yang jamak terlihat di daerah minoritas, pembinaan kepada masyarakat muslim hanya dilakukan dalam rangkaian acara hari besar Islam saja atau paling lama hanya satu bulan ketika acara safari ramadhan, setelah itu mereka dibiarkan meraba bak orang buta yang ingin mencari sesuatu.

Yang kedua adalah sangat sulit merubah paradigma konservatif masyarakat di daerah minoritas. Biasanya daerah minoritas itu berada di daerah yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat. Sehingga terkadang hukum syara’ dikalahkan  oleh hukum ‘pantang’ produksi adat. Jadi walaupun mereka telah memeluk agama Islam, kebiasaan-kebiasan lama tetap di pertahankan dan sangat sulita dilepaskan terutama yang bertentangan dengan syariat. Contoh adalah ketika hendak melakukan prosesi pernikahan pada salah satu adat mereka terlebih dahulu meminta berkat pada orang tua dikampung, bukan kepada Allah. Termasuk berbagai macam jenis tarian yang menggunakan jasa berbau mistik. Dan masih banyak contoh lainnya. Oleh karena itu butuh kearifan tingkat tinggi dari seorang Da’i manakala berdakwah di daerah minoritas.

Masalah selanjutnya adalah, minat belajar agama masyarakat masih sangat rendah. Putra daerah tidak banyak yang berminat masuk pesantren atau sedikit yang mau melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi, terutama lembaga pendidikan tinggi Islam. Demikian juga setelah menyelesaikan pendidikan mereka jarang sekali atau hampir tidak ada yang mau kembali pulang kampung membangun daerahnya. Termasuk yang mendalami ilmu agama  juga demikian, mereka yang semula diharapkan untuk membangun daerah, lebih memilih mengembangkan karir di perantauan. Akhirnya dari tahun ke tahun daerah minoritas semakin tidak tersentuh dakwah.

Anehnya justru yang mulai berkembag di kampung-kampung daerah minoritas adalah teknologi informasi, kejahatan dan pengaruh narkoba juga sudaah mulai kelihatan kecambahnya. Saya khawatir jangan-jangan daerah minoritas muslim akan menjadi jahiliyah modern bila ini tidak segera kita carikan solusinya.

Pemerintah dan seluruh ormas Islam sebaiknya rutin membina ummat di daerahminoritas dan  menerjunkan Da’i yang berkualitas kesetiap desa-desa minoritas  muslim. Mereka ditugaskan secara khusus untuk membina ummat secara konsisten. Berikan mereka insentif (honor) yang cukup. Saya kira kalau kita menunggu orang yang ‘ikhlas’ berdakwah kedaerah-daerah terpencil sangat sulit dan langka. Apalagi zaman sekarang. Solusi ini memang terkesan pragmatis. Tapi perlu kita coba. Kalau selama ini kita mengharapkan keikhlasan dari para Da’i untuk berdakwah, apa salahnya kali ini pemerintah yang harus ikhlas.

Solusi ini tentunya tidak perlu dibantah, karena ini merupakan salah satu dari beberapa solusi lain yang saya harapkan setelah saudara membaca blog ini.