Rabu, 20 April 2016

Kartini Hari Ini



Kartini Hari Ini


Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namaya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Terimaksih telah menyanyikan lagu ini dengan baik. Lagu ini seolah mengingatkan kita masa SD dahulu. Tulisan ini sengaja dimulai dengan nyanyian lagu persembahan di hari yang spesial.

            Lahir tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Jika diberikan umur yang panjang maka saat ini usia beliau tepat 137 tahun. Sejak terbitnya Keppres RI no. 108 Tahun 1964 yang menetapkan R.A Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sampai hari ini Setiap tahun selalu diperingati dan dikenang oleh banyak orang. Ketokohan, gagasan dan perjuangannya yang menjadi sebab.

Setelah lulus sekolah yang setingkat dengan SD, Kartini tidak diperbolehkan orang tuanya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Ia di pingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Sebenarnya Kartini menentang keras hal itu, tetapi karena takut di katakana sebagai anak durhaka ia terpaksa menerima keputusan orang tuanya.

Untuk menghilangkan kesedihannya, Kartini mengumpulkan buku-buku pelajaran dan banyak buku ilmiah lainnya termasuk berbagai Koran dan majalah yang setiap hari dibacanya di taman belakang rumah ditemani bersama si mbok. Kartini sangat hobi membaca dan berbagi ilmu pengetahuan. Dia mulai mengumpulkan teman-temannya untuk diajari baca tulis sampai berhasil mendirikan Lembaga Pendidikan yang diberi nama “sekolah Kartini”.

Saya yakin kita semua sangat akrab dengan karya fenomenal Kartini, “Door duisternis tot licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang). Adalah kumpulan surat-suratnya untuk sahabat penanya Stella di Belanda. Karya ini dibuat sekitar tahun1911. Tetapi siapa sangka bahwa dibalik kecerdasannya Kartini juga terkenal sangat religius. Hal ini dapat dilihat dari surat yang ia tulis kepada sahabatnya Ny Abendaon tanggal 1 Agustus 1903. “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba Allah”. Agaknya ungkapan ini sering luput dari buku-buku sejarah.

Sebagai seorang yang sangat visioner, Kartini sangat peduli terhadap nasib kaum perempuan. Cita-citanya untuk menyetarakan perempuan dengan laki-laki melalui jargon Emansipasi dia peroleh dari hasil korespondensi dengan sahabatnya di Eropa. Pada awalnya dia ingin agar perempuan bisa bersekolah sama dengan laki-laki kebanyakan ketika itu. Dia tidak mau perempuan hanya bekerja (di dapur, di kasur dan di sumur). Tetapi lebih dari sekedar itu.

Saya yakin masih banyak lagi sisi lain yang bisa dituliskan dari sosok Kartini sang motivator dan ispirator yang sangat luar biasa, tetapi tulisan ini tidak lah mungkin menggali tuntas sampai keakarnya.

Yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana kartini hari ini bisa melanjutkan perjuangan Kartini yang dulu.

Dahulu Kartini patuh pada perintah orang tuanya, sekarang Kartini berubah menjadi anak pembangkang dan suka melawan, ketika dinasehati ayah ibunya, malah suaranya yang lebih tinggi. Dahulu Kartini gigih, rajin belajar dan hobi membaca, sekarang Kartini  lemah, pemalas, hobinya berganti menjadi shoping, jalan-jalan, karokean, selfi, dan hura-hura lainnya. Dahulu Kartini peduli sosial, sekarang kartini anti sosial, cuek dan tidak peduli terhadap sesama. Kartini dahulu sopan dan religius, Kartini sekarang sangat jauh dari harapan. Dahulu Kartini di jodohkan, sekarang Kartini berpacaran dan seterusnya….

Percaya atau tidak kondisi Kartini hari ini sangat memprihatinkan, tanpa harus  mengeneralisasi kasus diatas, kita semua pasti sudah mulai merasakannya.

Entah lah….