Jumat, 02 Juni 2017

KUSANGKA


KUSANGKA

Kusangka cempaka kembang setangkai
Rupanya melur telah diseri
Hatiku remuk mengenangkan ini
Wangsangka dan was-was silih berganti

Kuharap cempaka baharu kembang
Belum tahu sinar matahari
Rupanya teratai patah kelopak
Dihiggapi kumbang berpuluh kali

Kupohonkan cempaka
Harum mulai terserak
Melati yang ada
Pandai tergelak

Mimpiku seroja terapung di paya
Teratai putih awan angkasa
Rupanya mawar mengandung lumpur
Kaca piring bunga renungan

Igauanku subuh,impianku malam
Kuntum cempaka putih bersih
Kulihat kumbang keliling berlagu
Kelopakmu terbuka menerima chembu

Kusangka hauri bertudung lingkup
Bulu mata menyangga panah asmara
Rupanya merpati jangan dipetik
Kalau dipetik menguku segera



                                    T. Amir Hamzah
                                                                                     

            Sebagai keturunan yang berasal dari kolaborasi antara Batak dan Jawa, aku tidak sepenuhnya memahami kosa kata melayu. Betapa pun sesungguhnya aku sering bergaul dan berteman dengan banyak orang melayu, tetapi adalah benar bahwa memahami bahasa melayu tidak sesederhana memahami bahasa Jawa dan Batak. Begitu juga dengan bait-bait puisi karya T. Amir Hamzah diatas yang banyak menggunakan bahasa melayu ‘klasik’ khas Tanjung Pura membuatku semakin tak paham. Tetapi aku percaya bahwa persoalan bahasa adalah persoalan kebiasaan dan adaptasi dengan lingkungan yang jika semakin sering di praktikkan maka akan semakin lancar mengucapkan.

            Paling tidak yang kupahami dari puisi diatas adalah kekecewaan seseorang terhadap kehampaan yang di perolehnya setelah terlalu serius mengharapkan sesuatu yang tak juga kunjung datang. Memang begitu lah, jika kita terlalu berharap maka konsekwensi logisnya adalah kecewa. Berharap sih boleh-boleh saja, tetapi tidak boleh terlalu mengharap. Pada saat-saat Ramadhan seperti ini biasanya banyak orang-orang yang berpuasa mengharap agar pahala puasanya di terima Allah, tetapi yang ada justru kebalikannya. Pahala yang di harap lapar dan dahaga yang di terima. Lebih celaka lagi banyak yang berpuasa tetapi tega melakukan dosa.  

            Dalam konteks ini, sebenarnya jauh-jauh hari Rasulullah Saw telah mengingatkan kita semua. “Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus saja”. kita tidak ingin menguraikan siapa-siapa saja yang masuk kedalam golongan hadis tersebut. Tetapi paling tidak bagi orang-orang yang berpuasa dan tidak bisa mengendalikan dirinya, termasuk lah ia. Sekali lagi yang perlu kita pahami bahwa esensi dari puasa adalah pengendalian diri. Yaitu kesadaran sepenuhnya bahwa dirinya tengah berpuasa. Dengan begitu, hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi pahala puasa tidak akan ia kerjakan.