Sejak awal perjuangan Nabi Muhammad
Saw masjid merupakan tempat penting yang menjadi central development (pusat perkembangan) ummat. Begitu pentingnya
keberadaan masjid, sehingga yang pertama sekali dibangun Rasulullah pada awal
hijrahya adalah masjid. Dari sini lah kemudian di rancang segala
aspek yang berkaitan dengan masalah keummatan. Dahulu masjid bukan hanya
sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai tempat bermusyawarah terkait dengan politik tidak
terkecuali masalah ekonomi, sebagai lembaga pendidikan, dan tempat melaksanakan
kegiatan sosial lainnya.
Kini pemandangan jamak yang tampak
adalah mayoritas masjid hampir tidak punya kepedulian terhadap kebutuhan
jamaahnya. Hari ini masjid hanya digunakan sebagai tempat beribadah saja.
Masjid hanya mampu sebagai tempat menganjurkan kebaikan oleh para khatib dan
ustadz yang memberikan tausiyah. Tetapi tidak mampu menjawab persoalan
kehidupan secara nyata terutama masalah ekonomi yang semakin hari tersa begitu
rumit.
Dari banyak persoalan yang dialami masjid
belakangan ini adalah persoalan kepengurusan, manajemen, dan persoalan laporan
keuangan yang tak jelas. Sebenarnya itu semua bersumber dari mata air yang
sama. Ya, krisis kepercayaan.
Demikian pula, orientasi dari
pembangunan masjid hari ini adalah pada bagunan yang mewah nan megah saja,
tetapi tidak pernah dipikirkan bagaimana cara agar masjid ramai jamaah yang
datang dan mau beribadah. Hal ini bisa kita rasakan sendiri ketika tiba waktu
shalat berjama’ah, berapa persen yang ikut berpartisipasi melaksanakan
kewajiaban shalat lima waktu?. Sangat memprihatinkan.
Sekiranya kas masjid dipakai untuk
mensejahtrakan ummat, tentu ceritanya akan lain. Misalkan dari ratusan juta kas
masjid yang ada ditangan bendahara, diberikan sebagai pinjaman modal usaha bagi
mereka yang membutuhkan dengan catatan mudharabah
(bagi hasil). Maka kas yang selama ini terpendam akan lebih bermanfat. Disisi
lain, secara tidak langsung kita telah menyelamatkan ummat dari permainan
rentenir yang kian hari makin menjamur. Dengan demikian sangat boleh jadi
jama’ah masjid akan semakin bertambah, karena orang yang kita tolong biasanya
akan merasa terutang budi. Bayangkan, hal sederhana ini akan membuat suasana
masjid berubah drastis dan secara tidak langsung masjid telah membantu
mengentaskan kemiskininan. Saya kira ini merupkan hal sederhana yang mungkin
bisa kita lakukan.
Tentu
banyak hal lain yang bisa dilakukan. Misalkan membuat Wifi gratis di masjid. Jadi anak-anak kita yang hari ini siang
malam nongkrong di warnet dan game online
akan beralih kemasjid. Untuk sementara biarlah niat awalnya bukan Lillahita’ala.
Lama-kelamaan saya yakin mereka akan ikhlas melaksanakan shalat.
Sejujurnya, walau terasa kesal kita
sangat merindukan suasana bising dan gelak tawa anak-anak ketika shalat maghrib
di masjid. Tapi kemana suara itu sekarang?. Menghilang bersama terbenamnya
matahari. Dahulu kalau sudah terdengar azan maghrib, ramai anak-anak kita
menuju masjid. Sekarang kemana?. Ketika hari jum’at, ramai mereka duduk di shaf
paling belakang mendengarkan khutbah membawa catatan shalat jum’at, walau
sedikit berisik. Sekarang kemana mereka?. Tv, warnet dan game online hari ini lebih menarik perhatian mereka. Kalau hal ini
terus kita diamkan, maka hancurlah harapan kita.
Oleh karena itu masjidlah
satu-satunya tempat efektif yang diharapkan untuk mengumpulkan anak-anak,
remaja dan orang tua yang mulai kehilangan arah. Kita cukup memanajemen dengan
baik dan saling percaya. Maka hal ini akan lebih mudah diwujudkan. Daripada
membangun menara masjid yang menghabiskan anggaran ratusan juta hanya sebagai
“cantolan mic saja”. Akan lebih produktif jika kita pergunakan untuk menyelamatkan
ummat dari kemiskinan.
*Tulisan
ini sengaja di gantung dengan harapan pembaca dapat memberikan kontribusi
berupa solusi jitu terhadap pemanfaatan kas masjid yang lebih produktif.