Rabu, 23 Maret 2016

Tradisi Mengingat Mati




TRADISI MENGINGAT MATI

“Di dalam buku Sidi Gazalba, Agama: Adakah Perlunya? Jika ada apa perlunya, jika tidak buat apa susah-susah beragama. Mengingat-ingat hari kelahiran bukan tradisi Islam, teradisi Islam itu mengingat hari kematian. 3 hari, 7 hari, 40 har dst”. (Pernyataan ini pernah disampaikan dan saya kutip kembali dari Prof. Dr. Ramli Abdul Wahid, MA).

Jika ditelusuri lebih jauh memang pernyataan itu benar adanya. Akan lebih baik jika kita mengingat kematian daripada hari kelahiran. Mengapa? Ketika kita mengingat kelahiran/ulang tahun, misalnya. Pasti identik dengan nyanyian riang gembira, makan besar berpesta pora dan  perayaan yang berlebih-lebian lainnya. Tetapi ketika seseorang mengingat hari kematiannya maka tidak ada lagi canda, selucu apa pun tidak akan menyebabkan tawa, selezat apapun makananan tidak akan menimbulkan  selera.

Itulah sebab mengapa kebanyakan disekitar masjid terdapat kuburan. Agar orang-orang yang shalat fokus/ khusyu’ dan melupakan dunia, ketika selesai ibadah akan lebih terasa bahwa kelak kita pun akan kembali kepadaNya.  

Secara matematis memang ketika seseorang berulang tahun maka bertambahlah bilangan usianya. Namun hakikat yang sebenarnya adalah telah berkurang jatah umur yang diberikan kepadanya. Dalam bahasa yang agak ekstrim ketika seorang berulang tahun maka semakin dekat lah ia dengan kematian.

 Jadi sebenarnya ketika seseorang memperingati hari kelahirannya (red. Ulangtahun), pada saat yang sama dia sedang memperingati hari  kematiannya.
Tak ada bekal yang harus dipersiapkan kecuali takwa, beramal lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan menjadi pribadi yang mendatangkan manfaat lebih luas bagi orang lain.

Silahkan bereforia dihari kelahiran mu, tetapi jangan lupa jatah usiamu semakin berkurang. Saya tidak mau terlalu panjang menceritakan tentang kematian, seram dan menkutkan.heheh. tulisan ini hanya respon dari ucapan selamat dari seorang kepada saya kemarin. “Selamat ulang tahun pak Ded, sehat selalu. Ini lagi musim-musimnya yang muda-muda meninggal. heheh”. Ucapan singkat penuh makna yang membuat saya tidak bergairah, tapi dari sisi spritul sangat berguna untuk penyadaran diri.

Tidak mungkin terbalas satu persatu dari ratusan ucapan selamat dan doa tulus baik yang disampaikan langsung maupun lewat media komunikasi lainnya yang saudara/i berikan. Terimakasih sebanyak-banyaknya saya ucapkan, begitu pula dengan kejutan dan hadiah yang kalian berikan. Semoga Allah mengabulkan doa-doa baik kita.