Rabu, 24 Januari 2018

Tipologi Anak Dalam Pandangan Alquran


            Seseorang datang kepadaku dan mengeluh, karena pada usia pernikahannya yang terbilang cukup lama tetapi belum juga dikaruniai anak. Tidak lama kemudian seorang ibu yang kebetulan adalah tetanggaku datang dan mengeluh karena kehabisan cara untuk mendidik anaknya yang konon kabarnya memiliki tingkat kenakalan di atas rata-rata.

Ada orang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai anak, ada juga orang yang belum menikah tapi sudah di beri anak sebagai akibat dari perbuatan kejinya. Ada orang yang sangat kepingin sekali punya anak, ada juga orang yang sudah punya anak namun tega membunuhnya. Ada orang yang menanti-nantikan kehadiran seorang anak, ada orang yang mengeluh ketika sudah diberi anak karena susah mendidiknya. Demikian seterusnya dengan dengan berbagai variabel lainnya. Bahwa persoalan anak memang sangat pelik dan berliku.

Sebagai kitab suci yang universal, Alquran menerangkan tentang bagaimana sesungguhnya konsep anak. Kadang kala anak bisa menjadi ujian, suatu saat anak juga merupakan perhiasan, pada kondisi tertentu anak juga dapat menjadi penyejuk mata, dan tidak jarang juga beberapa anak yang malah menjadi musuh kedua orang tuanya. Setiadaknya ada empat ayat yang menerangkan tentang posisi dan tipologi anak yang tersebar dalam variasi surah yang berbeda.

Anak terkadang dapat menjadi fitnah (ujian), anak akan menjadi ujian yang nyata bagi kedua orang tuanya, kedua orang tuanya baru dikatakan lulus ujian manakala dia berhasil mendidik anaknya menjadi baik, mapan secara intlektual dan kaya dalam urusan spiritual. Berapa banyak orang tua yang stress akibat ulah anak-anaknya, orang tua harus mengerutkan dahi disebabkan pusing memikirkan bagaimana cara mendidiknya, demikian juga berapa banyak orang tua yang harus menanggung malu akibat perbuatan anaknya. Sekali lagi, anak memamang merupakan anugerah namun pada saat yang sama dia bisa menjadi ujian bagi orang tuaya. Di dalam Alquran telah dijelaskan:

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (Q.S. Al-Anfal/8: 28).

Kelak suatu saat anak juga akan menjadi perhiasan hidup bagi kedua orang tuanya. Layaknya seperti perhiasan, anak akan memancarkan cahaya kemilauan,  karenanya dia akan menjadi harta kesayangan yang paling berharga bagi kedua orang tuanya. Anak-anak seperti ini adalah mereka-mereka yang saleh/shaleha dan berhasil mengukir prestasi dalam berbagai bidang serta selalu menjaga nama baik keluarganya dimanapun ia berada. Di dalam Alquran telah dijelaskan:

 “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S. Al-Kahfi/18: 46).

Pada kondisi tertentu anak akan menjadi penyejuk mata bagi orang tuanya dan bagi siapa saja yang melihatnya. Bukankah semua orang suka melihat anak bayi yang lucu nan cantik?. Ketika kedua orang tuanya seharian bekerja, lalu pada sore atau malam hari mereka pulang dengan perasaan lelah, semua beban itu akan sirna ketika melihat sang buah hati yang berlari menyambut kedatangannya. Alquran juga telah menjelaskan hal ini, sebagaimana disela-sela doa yang selalu kita panjatkan:
“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Furqan/25: 74).

Tetapi tidak jarang pula anak itu akan menjadi musuh bagi kedua orang tuanya, belakangan ini sangat banyak sekali kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak kepada orang tuanya hanya karena hasrat ingin menguasai harta yang sebenarnya tidaklah seberapa. Anak akan menjadi musuh bagi kedua orang tua sebagai akibat dari kelalaian dalam mendidiknya. Alquran secara tegas sebenarnya telah mengingatkan kita:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. At-Taghabun/64: 14).

Bukankah catatan sejarah telah memperingatkan kita tentang anak yang menjadi musuh bagi orang tuanya? Anak nabi Nuh as., si Kan’an namanya, dengan sifat arogan tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk beriman kepada Allah swt. Dia juga tidak mau ikut naik kapal bersama ayahnya padahal tanda-tanda musibah banjir sudah terlihat.

Demikianlah beberapa uraianan penting Alquran mengenai tipologi anak, jika kita cermati ternyata Alquran sangat netral dalam mengklasifikasikan anak, dua dalam bentuk yang positif (sebagai perhiasan dan penyejuk mata), sementara dua yang satu lagi dalam bentuk negatif (sebagai ujian dan musuh). Ini berarti bahwa sifat anak itu sangat fleksibel tergantung kelihaian orang tua dalam mendidiknya. Allah memberikan kita kebebasan untuk membentuk karakter anak kita masing-masing. Terserah. Mau dijadikan ujian, musuh, perhiasan atau penyejuk mata.