Selasa, 05 Juli 2016

Idul Fitri: Hari Raya Bukan Hari Riya



Idul Fitri: Hari Raya Bukan Hari Riya
Oleh: Dedi Sahputra Napitupulu, S.Pd.I
(Disampaikan dalam Khutbah Idul Fitri 6 Juni 2016 M/ 1 Syawal 1437 H Masjid Taufiq Kabanjahe)





Bapak-bapak, Ibu-ibu hadirin, jama’ah shalat Ied yang berbahagia.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

            Hari ini kita berada pada hari kemenangan, hari yang berbahagia, hari yang disambut dengan suka cita. Perlu kita pahami bersama bahwa: Idul fitri sangat berbeda dengan Hari raya dan lebaran. Siapa saja boleh berhari raya dan lebaran, tapi tidak semua orang pantas merayakan hari kemenangan yaitu Idul fitri. Idul fitri hanyalah untuk orang-orang yang menang melawan hawa nafsu dan berhasil melaksanakan puasa ramadan, dan melaksanakan qiyamullail pada malam harinya dengan baik dan benar. Oleh karena itu bagi orang yang tidak melaksanakan puasa, atau tidak sempurna puasanya/belang-belang, maka tidak pantas  baginya Idul fitri.

            Suatu ketika, setelah selesai perang Badar yang dimenangkan oleh pasukan Islam, Rasulullah bersabda : “Raja’na min Jihadil ashghar ila jihadil akbar”. (Kita baru saja selesai melaksanakan perang yang kecil, menuju peperangan yang lebih besar). Sahabat bertanya: “Bukankah perang yang baru selesai adalah perang yang sangat besar ya Rasulullah?”. “Benar, tapi ada perang yang lebih besar yang sebentar lagi akan kita hadapi yaitu perang melawan hawa nafsu”. Puasa ramadhan sejatinya  merupakan perang melawan hawa nafsu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

            Ketahuilah bahwa“An nafsu ahbatsu min sab’ina syayathin” (Nafsu bila bergejolak, lebih jahat daripada 70 setan). Berapa banyak saudara-saudara kita yang tidak puasa disiang hari ramadhan?. Padahal dia muslim, berapa banyak saudara-saudara kita yang tidak shalat? padahal dia seorang muslim. Berapa banyak saudara-saudara kita yang melanggar perintah Allah padahal dia tahu, dan dia adalah seorang muslim. Karena hawa nafsunya tidak bisa ia kendalikan. Beruntung lah kita yang telah melaksanakan puasa dibulan suci Ramadan selama sebulan penuh dan berhasil melawan hawa nafsu tersebut.

            Sebelum kita sampai pada puncak hari yang suci, maka pastikan kita telah mensucikan diri kita terlebihdahulu dengan cara membayar zakat fitrah untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. “Zakatul fitri thuhratul lishaimi minal laghwi warrafats” (Zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang-orang yang puasa dari kotoran dosa dan kata-kata yang keji). “Shaumul ‘abdu mualllaqum bainas samaa’i wal ardi hatta yu’addiya shadaqatul fitri” (Puasa seorang hamba tergantung diantara langit dan bumi sampai dia membayar zakat fitrah). Namun kedepannya perlu kita adakan perubahan dari sisi pembayaran dan pembagian zakat fitrah agar lebih tepat sasaran. Hendaknya untuk tahun-tahun yang akan datang kita lebih cepat membayar zakat fitrah dan menyegerakan untuk membagikan kepada yang berhak menerimanya, supaya zakat yang kita keluarkan lebih produktif digunakan oleh orang-orang yang membutuhkan.

            Lalu, bagaimana cara kita merayakan Idul fitri?, haruskah dengan baju baru, haruskah dengan makan kue lezat yang mahal, minum sirup dengan merk ternama?. Tidak. “Laysal Ied bi libasin jadid, walakinnal ied bi thoatiy yazid” (Idul fitri bukan berarti baju baru, tetapi Idul fitri berarti ketaatan yang baru),  kesalehan yang baru, ketundukan pada perintah Allah, dan konsisten meninggalkan semua yang dilarang Allah. Berapa banyak saudara-saudara kita yang menjadikan moment Idul fitri sebagai ajang pamer, untuk bermegah-megahan, supaya dilihat orang paling hebat. Bukan itu. Kita berhari raya bukan hari Riya. Oleh karenanyaa tampillah sebagai pribadi muslim yang sederhana dalam bingkai ketawadu’an kepada Allah. Sekali lagi, hari ini adalah hari raya bukan hari Riya.


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

Dalam ayat yang cukup panjang Allah menjelaskan, bagaimana sikap kita menyambut Idul fitri: وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Dan hendaklah kamu menyempurnakan jumlah bilangan puasamu, dan bertakbir kepada Allah atas petunjuknya supaya kamu bersyukur).

Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya bagi kita kaum muslimin untuk menyempurnakan bilangan puasa kita, Alhamdulillah pada tahun ini kita genap berpuasa 30 hari. setelah puasa kita cukupkan barulah kita bertakbir mengagungkan nama Allah. Silahkan kita turun kejalanan, konvoi mengagungkan nama Allah dengan catatan harus tertib dan tidak melanggar norma-norma serta peraturan yang berlaku.


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

Setelah ini ada agenda yang tidak kalah pentingnya yaitu Silaturrahmi. Yang pertama yang harus kita datangi dan salami meminta izin dan memohon maaf adalah orang tua kita. Orang tua kita ada tiga, yang pertama ayah dan ibu kandung kita. Terutama ibu yang telah mengandung, menyusui dan melahirkan kita, semua itu tidak akan mungkin terbalaskan walau kita berikan semua harta benda yang kita miliki. Bagi ayah dan Ibu yang sudah mendahului kita berziarahlah dan mendoakannya supaya diberi ampunan oleh Allah. Inilah yang harusnya kita lakukan pertama kali, bukan jalan-jalan, rekreasi, masang mercun/petasan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang kurang bermanfat, justru mubazzir.

Orang tua kita yang kedua adalah guru-guru kita, datanglah kerumahnya, salami beliau. Terutama guru-guru Agama yang pernah mengajarkan kita shalat, membaca Alqur’an. Tanpa guru tidak ada presiden, tanpa guru tidak ada mentri, tanpa guru kita bukan lah siapa-siapa. Orang tua kita yang ketiga adalah mertua, juga perlu kita bersilaturrahmi minta maaf kepada mereka. Barulah setelah itu kita bersimaafan dengan family dan jiran tetangga kita lainnya.

Akhirnya mari kita lanjutkan semangat puasa ramadhan, untuk sebelas bulan yang akan datang. Hari ini kita kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan. Mari kita jaga kesucian hari ini untuk hari-hari berikutnya. Jangan kita menjadi orang yang pernah disindir Allah dalam Alqur’an surah An nahal: 92                                                                 
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

(Dan jangan lah kamu, menjadi seperti seorang perempuan pemintal benang, pagi dia rajut benangnya menjadi kain, malam dia cerai berai kembali). Arang habis, besi binasa yang kerja capek saja. Mari kita lanjutkan semangat puasa ini, kalau selama ramadan kita mampu menjaga diri dari perbuatan dosa, maka mari kita lanjutkan untuk hari-hari berikutnya. Kalau selama puasa kita sering berbagi, mari kita lanjutkan setelah ini, kalau selama puasa kita banyak melakukan ibadah, mari kita lanjutkan, kita teruskan sampai kita menemui Ramadan tahun depan.

            Indikator orang yang berhasil melaksanakan ibadah puasa Ramadan itu adalah:

1.      Semakin meningkat kualitas kesalehan sosial dan kesalehan individualnya
2.      Jiwanya semakin dipenuhi dengan nuansa keimanan
3.      Hatinya sanggup berempati dan peka terhadap penderitaan orang lain.

Jika kita bisa melanjutkan semangat puasa ramadhan ini untuk hari-hari berikutnya, maka kedepan kita akan menjadi orang yang lebih baik. Mudah-mudahan Allah SWT memanjangkan umur kita sampai Ramadan tahun depan. Aamiin.