Pernah terbaca kisa
dizaman Rasulullah dahulu:
Suatu ketika, Abu
dzar Al ghifari memanggil dengan nada
mengejek sahabat Bilal bin Rabbah
dengan sebutan “hai anak hitam!!!”. Karena tersinggung, Bilal bin Rabbah mengadu kepada Rasulullah SAW. Lantas Rasulullah bertanya kebenaran aduan
itu: “adakah engkau telah berkata demikian?”. “benar ya Rasulullah” jawab Abu
dzar. Kemudian Rasulullah menyuruh Abu dzar agar meminta maaf kepada Bilal.
Dalam riwayat itu Abu dzar berbaring,
dan meminta supaya sahabat Bilal menginjak
pipinya sebagai ungkapan maaf. “Bilal,
silahkan engkau pijak pipiku ini, sungguh belum engakau maafkan saya, kalau
belum engkau lakukan”.
Itu
adalah cerita dahulu. Tampak jelas bahwa cara meminta maaf kepada orang lain
tulus dan sungguh-sungguh. Saya tidak terlalu yakin kalau cerita itu terulang lagi. “Orang sekarang sudah mengejek memijak pula”.
Perkara
mengejek memang perkara sepele bahkan sering kita dengar, atau jangan-jangan
kita lah pelakunya. Entah mengapa sering spontan terucap nada yang sarat dengan
ejekan manakala melihat sesuatu yang mengganjal dihati. Padahal sebenarnya,
belum tentu sesuatu yang kita ejek itu lebih baik daripada kita. Banyak sekali
persoalan yang timbul akibat dari ejekan kepada orang lain dan saya kira
mengejek adalah pangkal dari munculnya berbagai persoalan. Oleh karena itu
Allah mengharamkan perbuatan mencela orang lain:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya.
Boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan jangan suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
(QS. Al Hujurat: 11) .
Tulisan
sederhana dan singkat ini berharap kepada kita semua agar menjauhi sifat buruk
tersebut. Semoga