Jumat, 20 Mei 2016

Jangan Mengejek




Pernah terbaca kisa dizaman Rasulullah dahulu:

Suatu ketika, Abu dzar Al ghifari memanggil dengan nada mengejek sahabat Bilal bin Rabbah dengan sebutan “hai anak hitam!!!”. Karena tersinggung, Bilal bin Rabbah mengadu kepada Rasulullah SAW. Lantas Rasulullah bertanya kebenaran aduan itu: “adakah engkau telah berkata demikian?”. “benar ya Rasulullah” jawab Abu dzar. Kemudian Rasulullah menyuruh Abu dzar agar meminta maaf kepada Bilal. Dalam riwayat itu Abu dzar berbaring, dan meminta supaya sahabat Bilal menginjak pipinya sebagai ungkapan maaf. “Bilal, silahkan engkau pijak pipiku ini, sungguh belum engakau maafkan saya, kalau belum engkau lakukan”.  

Itu adalah cerita dahulu. Tampak jelas bahwa cara meminta maaf kepada orang lain tulus dan sungguh-sungguh. Saya tidak terlalu yakin kalau cerita itu terulang lagi. “Orang sekarang sudah mengejek memijak pula”.   

Perkara mengejek memang perkara sepele bahkan sering kita dengar, atau jangan-jangan kita lah pelakunya. Entah mengapa sering spontan terucap nada yang sarat dengan ejekan manakala melihat sesuatu yang mengganjal dihati. Padahal sebenarnya, belum tentu sesuatu yang kita ejek itu lebih baik daripada kita. Banyak sekali persoalan yang timbul akibat dari ejekan kepada orang lain dan saya kira mengejek adalah pangkal dari munculnya berbagai persoalan. Oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan mencela orang lain:

“Hai orang-orang  yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya. Boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan jangan suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Hujurat: 11) .

Tulisan sederhana dan singkat ini berharap kepada kita semua agar menjauhi sifat buruk tersebut. Semoga  

Tipis: Manusia dan Hewan





Mengawali tulisan ini saya ikin sampaikan sebuah ayat Alquran:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS Al-A’raaf:179).

Pada saat-saat tertentu memang manusia bisa lebih mulia dari malaikat, pun pada suatu saat manusia bisa lebih hina dan kejam dari binatang. Tergantung penggunaan akalnya. Sehingga manusia didefenisikan sebagai hewan yang berfikir. (Al-Insaan huwa hayawanun natiq). Manakala manusia tidak lagi berfikir maka dia sama seperti hewan.

Contoh yang paling sederhana, kalau musang mencuri ayam, maka tidak pernah lebih dari satu. Tetapi ketika manusia mencuri ayam maka semua ayam yang ada akan di angkut tak terkecuali dengan kandangnya semua disikat habis. Bajing, (baca: Tupai) hanya mencuri dan memakan kelapa tak seberapa, tapi bajingan (baca: kelakuan biadab manusia) sanggup membakar hutan ratusan hektar, korupsi uang rakyat, menindas yang lemah dan lain sebagainya.

Sepanjang pengetahuan saya tidak pernah ada induk binatang yang tega membunuh anaknya, tapi berapa banyak kita saksikan manusia yang membunuh anaknya, bahkan ketika masih dalam kandungan jabang bayi itu sudah digugurkan.

Belakangan ini kita dihebohkan dengan berbagai berita pemerkosaan tragis yang semakin hari semakain jamak terdengar. Berbagai motif yang menjadi penyebabnya, apapun itu yang jelas kondisi ini sungguh mengkhawatirkan kita. mulai dari kasus Yuyun di Bengkulu yang diperkosa oleh 14 orang secara bergantian lalu korban dibunuh dan dibuang kejurang, kasus cabul massal di Manado, kasus pemerkosaan Enno Fariha di Tangerang oleh 3 orang  yang berujung pada pembunuhan sadis dengan cara memasukkan gagang cangkul kedalam kemaluan korban, di Bogor ada orang yang memperkosa anak usia 2,5 tahun, dua hari yang lalu ada seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang berasal dari Kediri yang memperkosa sebanyak 58 anak dibawah umur. Tentu ini hanya sebagian kecil dari kasus yang terungkap dan di ekspos di mass media. Sebenarnya ada ribuan kasus yang sama namun belum ketahuan.

Jadi lebih sadis mana? Manusia atau hewan?.