Kamis, 30 Juni 2016

MUDIK DAN PESAN SPIRITUAL







Pemandangan jamak yang terlihat pada hari-hari terkhir di penghujung Ramadan adalah pindahnya pusat kegiatan ummat dari masjid ke pasar dan terminal. Selain sibuk menyiapkan stok kue lebaran, ada juga yang heboh menyiapkan baju baru untuk dikenakan pada hari kemenangan atau hari yang paling dinanti-nantikan. Ya, apa lagi kalau bukan lebaran. Walaupun sesungguhnya perpindahan kesibukan ini berbanding terbalik dengan apa yang telah diajarkan Rasulullah. Harusnya ketika kita hampir mencapai garis finis pada turnamaen Ramadan ini (katakanlah seperi lomba lari), hendaknya semakin sibuk dengan ritual ibadah. Namun itulah anehnya, sebagian kita sering cenderung kepada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang semestinya. 


Sebagian besar para perantau yang mengadu nasib di negeri orang juga mulai serentak melaksanakan agenda sakeral tahunan yaitu mudik ke kampung halaman. Mudik seolah menjadi sebuah keharusan bagi mereka yang pergi merantau. Mudik juga dianggap dapat membangkitkan adrenalin semangat bersilaturrahmi kepada handaitaulan terutama kepada kedua orangtua tercinta. Tak jarang mudik juga dijadikan ajang untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan mereka selama diperantauan dan pada saat mudiklah moment yang tepat untuk menilai atau dengan kata lain mudik menjadi tolak ukur kesuksesan seorang peraantau. Ekspresi itu semakin tampak jelas dan dibungkus dalam bingkai semangat mudik lebaran.


Sebenarnya ada hal lain yang lebih penting dari sekedar semangat pulang kampung sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Mudik mengingatkan kita pada hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Bahwa hidup ini sama halnya dengan seorang perantau yang harus pulang bila tiba waktunya. Ya, sekali lagi sama halnya dengan perantau yang harus pulang. Jika dihitung-hitung kehidupan dunia ini terasa begitu singkat. Buktinya, serasa baru semalam kita mulai puasa, kini kita sudah berada dipenghujung Ramadan. 


Sebagai perantau yang baik tentu kita tidak mau dianggap sebagai orang yang gagal dinegeri orang. Tentu pada saat pulang kampung kita harus menyiapkan bekal perjalanan yang cukup. Katakanlah dalam bentuk oleh-oleh atau THR yang akan dibagi-bagi kepada saudara disana. Tetapi pertanyaan sederhananya, apakah kita sudah sedemikian semangatnya menyiapkan bekal untuk pulang kekampung akhirat?. Saya masih ragu untuk menjawab iya.


Singkat kata, hiruk pikuk mudik atau pulangkampung ini memberikan pesan tersendiri kepada kita bahwa hidup itu hanya sebentar, oleh karena itu bagaimana kita harus tampil sebagai sosok yang sederhana saja dan seimbang dalam menyiapkan bekal material dan spiritual baik untuk mudik kekampung halaman maupun mudik kekampung akhirat.


Selamat jalan, semoga tetap semangat menyeimbangkan ibadah dan kegiatan keduniawian.