Idul Fitri: Hari Raya Bukan
Hari Riya
Oleh: Dedi Sahputra Napitupulu, S.Pd.I
(Disampaikan
dalam Khutbah
Idul Fitri 6 Juni 2016 M/ 1 Syawal 1437 H Masjid
Taufiq Kabanjahe)
Bapak-bapak, Ibu-ibu hadirin, jama’ah shalat Ied
yang berbahagia.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Walillahilhamd.
Hari
ini kita berada pada hari kemenangan, hari yang berbahagia, hari yang disambut
dengan suka cita. Perlu kita pahami bersama bahwa: Idul fitri sangat berbeda
dengan Hari raya dan lebaran. Siapa saja boleh berhari raya dan lebaran, tapi
tidak semua orang pantas merayakan hari kemenangan yaitu Idul fitri. Idul fitri
hanyalah untuk orang-orang yang menang melawan hawa nafsu dan berhasil
melaksanakan puasa ramadan, dan melaksanakan qiyamullail pada malam harinya dengan baik dan benar. Oleh karena
itu bagi orang yang tidak melaksanakan puasa, atau tidak sempurna puasanya/belang-belang,
maka tidak pantas baginya Idul fitri.
Suatu
ketika, setelah selesai perang Badar yang dimenangkan oleh pasukan Islam, Rasulullah
bersabda : “Raja’na min Jihadil ashghar
ila jihadil akbar”. (Kita baru saja selesai melaksanakan perang yang kecil,
menuju peperangan yang lebih besar). Sahabat bertanya: “Bukankah perang yang
baru selesai adalah perang yang sangat besar ya Rasulullah?”. “Benar, tapi ada
perang yang lebih besar yang sebentar lagi akan kita hadapi yaitu perang
melawan hawa nafsu”. Puasa ramadhan sejatinya merupakan perang melawan hawa nafsu.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Walillahilhamd.
Ketahuilah
bahwa“An nafsu ahbatsu min sab’ina
syayathin” (Nafsu bila bergejolak, lebih jahat daripada 70 setan). Berapa banyak saudara-saudara kita yang tidak puasa
disiang hari ramadhan?. Padahal dia muslim, berapa banyak saudara-saudara kita
yang tidak shalat? padahal dia seorang muslim. Berapa banyak saudara-saudara
kita yang melanggar perintah Allah padahal dia tahu, dan dia adalah seorang
muslim. Karena hawa nafsunya tidak bisa ia kendalikan. Beruntung lah kita yang
telah melaksanakan puasa dibulan suci Ramadan selama sebulan penuh dan berhasil
melawan hawa nafsu tersebut.
Sebelum
kita sampai pada puncak hari yang suci, maka pastikan kita telah mensucikan
diri kita terlebihdahulu dengan cara membayar zakat fitrah untuk diberikan
kepada orang yang berhak menerimanya. “Zakatul
fitri thuhratul lishaimi minal laghwi warrafats” (Zakat fitrah itu sebagai
pembersih bagi orang-orang yang puasa dari kotoran dosa dan kata-kata yang
keji). “Shaumul ‘abdu mualllaqum bainas
samaa’i wal ardi hatta yu’addiya shadaqatul fitri” (Puasa seorang hamba
tergantung diantara langit dan bumi sampai dia membayar zakat fitrah). Namun kedepannya perlu kita adakan
perubahan dari sisi pembayaran dan pembagian zakat fitrah agar lebih tepat
sasaran. Hendaknya untuk tahun-tahun yang akan datang kita lebih cepat membayar
zakat fitrah dan menyegerakan untuk membagikan kepada yang berhak menerimanya,
supaya zakat yang kita keluarkan lebih produktif digunakan oleh orang-orang
yang membutuhkan.
Lalu,
bagaimana cara kita merayakan Idul fitri?, haruskah dengan baju baru, haruskah
dengan makan kue lezat yang mahal, minum sirup dengan merk ternama?. Tidak. “Laysal Ied bi libasin jadid, walakinnal ied
bi thoatiy yazid” (Idul fitri bukan berarti baju baru, tetapi Idul fitri
berarti ketaatan yang baru), kesalehan yang baru, ketundukan pada perintah
Allah, dan konsisten meninggalkan semua yang dilarang Allah. Berapa banyak saudara-saudara
kita yang menjadikan moment Idul fitri sebagai ajang pamer, untuk
bermegah-megahan, supaya dilihat orang paling hebat. Bukan itu. Kita berhari raya bukan hari Riya. Oleh
karenanyaa tampillah sebagai pribadi muslim yang sederhana dalam bingkai
ketawadu’an kepada Allah. Sekali lagi, hari ini adalah hari raya bukan hari
Riya.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Walillahilhamd.
Dalam ayat yang cukup
panjang Allah menjelaskan, bagaimana sikap kita menyambut Idul fitri: ÙˆَÙ„ِتُÙƒْÙ…ِÙ„ُوا الْعِدَّØ©َ
ÙˆَÙ„ِتُÙƒَبِّرُوا اللَّÙ‡َ عَÙ„َÙ‰ Ù…َا Ù‡َدَاكُÙ…ْ ÙˆَÙ„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَØ´ْÙƒُرُونَ
(Dan hendaklah
kamu menyempurnakan jumlah bilangan puasamu, dan bertakbir kepada Allah atas
petunjuknya supaya kamu bersyukur).
Ayat ini
menunjukkan betapa pentingnya bagi kita kaum muslimin untuk menyempurnakan
bilangan puasa kita, Alhamdulillah pada tahun ini kita genap berpuasa 30 hari.
setelah puasa kita cukupkan barulah kita bertakbir mengagungkan nama Allah.
Silahkan kita turun kejalanan, konvoi mengagungkan nama Allah dengan catatan
harus tertib dan tidak melanggar norma-norma serta peraturan yang berlaku.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Walillahilhamd.
Setelah ini ada
agenda yang tidak kalah pentingnya yaitu Silaturrahmi. Yang pertama yang harus
kita datangi dan salami meminta izin dan memohon maaf adalah orang tua kita. Orang
tua kita ada tiga, yang pertama ayah dan ibu kandung kita. Terutama ibu yang
telah mengandung, menyusui dan melahirkan kita, semua itu tidak akan mungkin
terbalaskan walau kita berikan semua harta benda yang kita miliki. Bagi ayah
dan Ibu yang sudah mendahului kita berziarahlah dan mendoakannya supaya diberi
ampunan oleh Allah. Inilah yang harusnya kita lakukan pertama kali, bukan
jalan-jalan, rekreasi, masang mercun/petasan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
kurang bermanfat, justru mubazzir.
Orang tua kita
yang kedua adalah guru-guru kita, datanglah kerumahnya, salami beliau. Terutama
guru-guru Agama yang pernah mengajarkan kita shalat, membaca Alqur’an. Tanpa
guru tidak ada presiden, tanpa guru tidak ada mentri, tanpa guru kita bukan lah
siapa-siapa. Orang tua kita yang ketiga adalah mertua, juga perlu kita
bersilaturrahmi minta maaf kepada mereka. Barulah setelah itu kita bersimaafan
dengan family dan jiran tetangga kita lainnya.
Akhirnya mari
kita lanjutkan semangat puasa ramadhan, untuk sebelas bulan yang akan datang. Hari
ini kita kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan. Mari kita jaga
kesucian hari ini untuk hari-hari berikutnya. Jangan kita menjadi orang yang
pernah disindir Allah dalam Alqur’an surah An nahal: 92
ÙˆَÙ„َا
تَÙƒُونُوا ÙƒَالَّتِÙŠ Ù†َÙ‚َضَتْ غَزْÙ„َÙ‡َا Ù…ِÙ†ْ بَعْدِ Ù‚ُÙˆَّØ©ٍ Ø£َÙ†ْÙƒَاثًا
(Dan jangan lah kamu, menjadi
seperti seorang perempuan pemintal benang, pagi dia rajut benangnya menjadi
kain, malam dia cerai berai kembali). Arang habis, besi binasa yang kerja capek
saja. Mari kita lanjutkan semangat puasa ini, kalau selama ramadan kita mampu
menjaga diri dari perbuatan dosa, maka mari kita lanjutkan untuk hari-hari
berikutnya. Kalau selama puasa kita sering berbagi, mari kita lanjutkan setelah
ini, kalau selama puasa kita banyak melakukan ibadah, mari kita lanjutkan, kita
teruskan sampai kita menemui Ramadan tahun depan.
Indikator
orang yang berhasil melaksanakan ibadah puasa Ramadan itu adalah:
1. Semakin
meningkat kualitas kesalehan sosial dan kesalehan individualnya
2. Jiwanya
semakin dipenuhi dengan nuansa keimanan
3. Hatinya
sanggup berempati dan peka terhadap penderitaan orang lain.
Jika kita bisa
melanjutkan semangat puasa ramadhan ini untuk hari-hari berikutnya, maka
kedepan kita akan menjadi orang yang lebih baik. Mudah-mudahan Allah SWT
memanjangkan umur kita sampai Ramadan tahun depan. Aamiin.