Sabtu, 23 Maret 2024

Puasa dan Profesionalisme dalam Bekerja

 


Fungsi ketiga dari manajemen adalah pelaksanaan, implementasi atau aktualisasi terhadap perencanaan yang sudah didesain sebelumnya. Pelaksanaan merupakan kunci terpenting dalam fungsi manajemen. Sehebat apapun perencanaan yang telah dilakukan, sehebat apa pula orang-orang yang sudah ditunjuk menjadi penanggung jawab, maka semua itu hanya sekadar omong kosong jika tidak ada penyelesaian.

Setidaknya ada tiga prinsip dalam melaksanakan sebuah pekerjaan: bertanggungjawab, disiplin dan konsisten.

Tanggungjawab merupakan penghayatan penuh terhadap sebuah pekerjaan dan menyelesaikannya tepat waktu dan hemat waktu (efektif dan efisien). Tidak cukup sampai disitu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga dijelaskan bahwa indikator lain dari tanggung jawab adalah menuntaskan pekerjaan dengan sungguh-sungguh.

Dalam konteks puasa, penting bagi orang yang melakukannya untuk menghayati apa sebenarnya esensi puasa itu. Apakah hanya sekadar memindahkan jadwal makan, atau hanya sekadar berlapar-lapar di siang hari? Tentu tidak. Dibalik itu semua terselip tanggungjawab moral dan spiritual. Secara moralitas puasa harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sedang dalam kondisi lapar: sedih dan tersiksa. Secara spiritual puasa juga harus mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, sebab secara psikologi orang yang lapar menginginkan ada keajaiban yang bisa menolongnya. Dengan demikian, kesadaran religius seseorang yang sedang dalam keadaan berpuasa sebenarnya sedang mencapai titik puncak.

Sedangkan disiplin merupakan sikap menaati peraturan atau sportif. Disiplin juga sering dikaitkan terhadap penghormatan terhadap waktu. Orang Amerika bilang "Time is money", sedikit waktu yang terbuang, akan menyebabkan kerugian yang tak berbilang. Orang Arab bilang, "Alwaqtu kassyaif", waktu ibarat pedang, jika tidak bisa maksimal menggunakannya, engkau yang kemudian akan terluka karnanya.

Dalam konteks puasa, disiplin memang sangat dilatih sejadi-jadinya. Disiplin makan-minum, makanan yang halal, milik kita sekalipun tidak bisa serta-merta dinikmati, ada rentang waktu yang sudah diatur. Demikian juga dengan disiplin waktu beribadah, lihatlah di jadwal imsakiyah, bahkan jam dan menitnya lengkap tertera. Disiplin berbicara juga, sehingga dilarang bagi orang yang sedang berpuasa berkata-kata hal yang bukan hanya kasar, tetapi juga yang tidak ada manfaatnya. Agama bahkan menganjur supaya terhindar dari perilaku yang tidak berguna, lebih baik tidur. Tidurnya itu akan dinilai sebagai ibadah.

Adapun konsisten adalah usaha yang dilakukan secara kontinuitas atau berkesinambungan. Dalam ilmu manajemen, kontinuitas mutlak dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dan dalam rangka mewujudkan perubahan. Tidak satupun pakar yang ada hari ini muncul dengan tiba-tiba. Semua melalui proses panjang yang konsisten.

Agama mengenal istilah konsisten dengan istilah Isqikomah, yakni beramal secara terus-menerus. Nabi bahkan menekankan pentingnya sifat konsisten dalam beramal, sehingga amalan yang paling dicintai nabi adalah amalan yang konsisten meskipun secara kuantitas jumlahnya sedikit.

Puasa menuntut umat Islam agar memiliki perilaku yang konsisten. Sebulan penuh melaksanakan puasa, sebenarnya esensinya agar dijaga untuk sebelas bulan selanjutnya. Dengan demikian, "Beramal hangat-hangat tai ayam", sangat tidak dianjurkan. Maksudnya beramal hanya semangat ketika dipermulaan, tetapi sunyi bahkan malas menjelang akhir puasa tidak dibenarkan. Hal semacam ini menjadi bukti betapa tidak konsistennya seseorang dalam beribadah.