Jumat, 27 November 2015

LEADERSHIP IN ISLAMIC PERSPECTIVE




Tulisan ini merupakan esay penulis (Dedi Sahputra Napitupulu) sebagai syarat untuk mengikuti Student Mobility Program Kementrian Agama RI beberapa waktu yang lalu.
            Belakangan ini orang sibuk dan berebut ingin jadi pemimpin, terlepas dari berbagai macam motivasi mereka yang pasti spanduk dan baliho yang betebaran di sepanjang jalan dan yang tertempel di pohon-pohon kayu menjadi bukti bahwa orientasi manusia saat ini sangat ambisius untuk menjadi pemimpin. Mereka berebut jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan pantaskah dirinya memangku jabatan (kepemimpinan) tersebut. Dan parahnya lagi, mereka kurang atau bahkan tidak memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Mereka hanya beranggapan bahwa jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan, kebanggaan dan popularitas. Sedangkan jabatan itu adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang. Ambisi tersebut semakin jelas terlihat oleh karena agenda nasioanal yang di motori oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 9 Desember 2015 yang akan datang merupakan kontes untuk memilih pemimpin yang serentak dilaksanakan di seluruh Indonesia. Lalu apa sebenarnya pemimpin? dan bagaimana kriteria pemimpin yang sejati menurut perspektif Islam??
            Stephen J.Carrol, membuat defenisi bahwa Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan apa yang kamu inginkan dari mereka untuk mengerjakannya. Defenisi ini dianggap mewakili dari pendapat banyak pakar leadership. Paling tidak secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa pemimpin adalah “kemampuan mempengaruhi orang lain”. Maka konsekwensi yang sangat  logis dari seorang pemimpin adalah bahwa dia adalah orang yang telah mampu memimpin dan mengatur dirinya sendiri kemudian dia diberi amanah untuk mengatur orang lain. Idealnya bahwa pemimpin harus lebih dulu mampu menata dirinya untuk kemudian diberikan otoritas mengatur orang lain. Sehingga pemimpin harus lebih baik dari orang yang ia pimpin dan dapat pula menjadi contoh bagi orang yang ia pimpin.
            Didalam literatur Islam bahwa istilah pemimpin itu dikenal paling tidak dalam tiga bentuk  istilah yaitu: Imamah (Panutan atau contoh teladan), Ri’ayah (Kepala atau Pemerhati), dan Imarah (Pemerintah). Semua itu mengisyaratkan bahwa hakikat dari pemimpin, sarat dengan pemberian keteladanan. Bahwa semua pemimpin harus dapat menjadi teladan bagi orang disekelilingnya.
            Lalu siapa figur yang disebut sebagai pemimpin?. Dari sisi historis kita biasa mengatakan bahwa semua kita adalah pemimpin. Dahulu kala ketika Allah hendak menciptakan langit dan bumi, ditawarkan kepada malaikat untuk mengatur bumi dan seluruh isinya, namun malaikat menolak karena merasa tidak mampu. Dan akhirnya Allah memilih manusia yang menjadi penguasa dibumi setelah melalui proses yang panjang. Dia berkata kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan pemimpin dibumi”, tetapi malaikat protes karena tau bahwa manusia hanya akan berbuat kerusakan dan saling menumpahkan darah di bumi. Tapi Allah tetap memberikan kepercayaan kepada Manusia. Kisah ini sering kita baca di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah: 30. Manusia di klaim sebagai pemimpin Karena kita terlahir mengalahkan jutaan pesaing kita, ketika banyaknya sel sperma yang berlomba untuk bisa mencapai garis finis pada sel telur ovum maka kita hari ini adalah orangnya, kita yang terdepan, kita yang terkuat dan kita yang tercepat, serta kita pula lah yang menjadi contoh bagi yang lainnya.
            Didalam hadis yang populer sering kita baca dan dengar “setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanmu”.(HR.Bukhari Muslim).
Paling tidak dalam ruang lingkup yang kecil, kita dapat mengatakan bahwa setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, atau dalam sekala yang menengah, kita menjadi pemimpin didalam keluarga, atau boleh jadi kita memang orang yang terlahir sebagai pemimpin dunia, atau bahkan pemimpin Negara.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana sebenarnya sosok pemimpin yang ideal menurut kaca mata Islam?. Saya kira kita tedak perlu mencari figure lain selain Rasulullah SAW. Ada empat sifat yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad:
1.      Siddiq (Jujur)
“kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana”. “Sekali arang tercoreng di dahi seumur hidup orang tidak percaya”. Demikianlah adagium yang sering kita dengar dari guru-guru kita ketika SD dahulu yang mengisyaratkan betapa pentingnya nilai sebuah kejujuran. Siapapun jika ditanya pasti sangat mendambakan kejujuran, walau penipu sekalipun. Demikian hal nya dengan sosok pemimpin yang ideal maka kejujuran merupakan sifat yang harus melekat pada diri seorang pemimpin. Mengapa sifat nabi Muhammad yang pertama adalah jujur? Mengapa pintar diposisikan sebagai rankin terahir dari sifat Nabi? Dua hal ini merupakan sifat yang penting. Tetapi kejujuran mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. “pemimpin pintar, tidak jujur = Negara hancur”, pemimpin jujur, tidak pintar = maka akan di permainkan orang” .
2.      Amanah (Dapat dipercaya)
Amanah artinya, benar-benar bisa dipercaya. Jika suatu urusan diserahkan kepadanya , niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dikerjakan sebaik-baiknya. Nabi muhammad diberi julukan Al-Amin jauh sebelum beliau diangkat menjadi rasul . pemimpin juga harus dapatMdipercaya atas segala yang telah dia ucapkan dan lakukan. Bayangkan, betapa beratnya beban yang  dibawa  ketika memimpin sebuah Negara, katakanlah Presiden Indonesia, berarti dia telah mendapat kepercayaan dari 270 juta orang lebih. Demikian juga halnya dengan pemimpin keluarga, dia telah memperoleh kepercayaan dari keluarganya dan keluarga isterinya. Termasuk pemimpin diri sendiri yang telah dipercayakan oleh Allah untuk memanaj dirinya. Kepercayaan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki oleh pemimpin. Kalau kita mau bertanya, mengapa Fidel Castro presiden Kuba  ke-22  begitu lama memimpin sampai kurang lebih 32 tahun atau  setara dengan durasi kepemimpinan presiden ke-2 Indonesia Suharto. Jawaban sederhananya adalah karena rakyat percaya kepada mereka. Maka jika ingin menjadi pemimpin harus dapat dipercaya.
3.      Tabligh (Penyampai)
Tabligh artinya menyampaikan. Semua firman Allah SWT yang ditujukan kepada manusia disampaikan oleh baginda Nabi. Tidak pernah nabi menyembunyikan atau korupsi ayat Al-Qur’an. Pemimpin hebat harus bisa menjadi penyambung lidah rakyat, artinya dia paham akan kebutuhan orang yang ia pimpin, dia memberikan service yang baik, bukan malah minta dilayani. Menyampaikan informasi ter up date dengan benar.
4.      Fathonah (Cerdas dan bijaksana)
Adalah mustahil bila seorang pemimpin itu bodoh. Dalam menyampaikan ayat Al-Qur’an dan kemudian menjelaskan dalam puluhan ribu hadis memerlukan kebijaksanaan yang luarbiasa. Itulah nabi Muhammad SAW. Mampu menjelaskan firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau memeluk Islam, nabi juga harus mampu berdebat dengan orang kafir dengan cara yang baik. Demikian juga halnya dengan seorang pemimpin, harus memiliki kebijaksanaan dan kepintaran dalam menyelesaikan permasalahan yag dihadapi.
      Demikian lah beberapa sifat yang mutlak harus ada pada sosok pemimpin menurut perspektif Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh pemimpin teringgi kita Muhammad SAW. Mudah-mudahan kita semua menjadi pemimpin yang jujur, dapat dipercaya mampu mendengarkan aspirasi, serta cerdas dan bijaksana menghadapi berbagai macam persoalan.
Semoga.