Sabtu, 26 Desember 2015

Miris: Ketika Kotak Infaq Masjid pun dicuri




            Pernah guru saya bercerita:
            “suatu ketika seorang ulama terkenal dari Mesir Syekh Muhammad Rasyid Rida, pengarang Tafsir Al-Manar mengadakan kunjungan penelitian ke Canada, sesaat setelah keluar dari Airport beliau duduk-duduk di halte menunggu taxi, kebetulan waktu itu agak lama menunggu kendaraan yang hendak menghantarkan beliau ke salah satu hotel. Sambil menunggu beliau mengambil Camera dan berfoto sebagai dokumentasi, sedang asyik berfoto taxi yang di tunggu pun tiba. Segera beliau menaiki taxi itu dan berangka ke tujuan berikutnya. Tapi sayangnya beliau pergi tanpa membawa kameranya.
            Begitu hendak sampai di hotel yang dituju, beliau teringat bahwa cameranya ketinggalan di halte dekat bandara, maka diminta kepada supir agar putar balik menjemput cameranya yang tertinggal. Sesampainya di halte, beliau merasa heran. Ternyata cameranya masih utuh persis seperti posisi semula, tidak bergerak sedikit pun”.
            Ketika itu dia mengeluarkan statement “ di Canada saya tidak melihat Muslim, tapi saya melihat Islam”.
            Saya kok tidak yakin kalau kondisi cerita diatas masih bisa terjadi di Indonesia. Pasalnya, semalam kotak infaq masjid yang sudah seharusnya di buka untuk membiayai keperluan masjid setiap bulannya, raib di garap oleh orang yang tidak bertanggung jawab, gembok penguncinya dibuka paksa sehingga uang yang hampir sejuta jumlahnya tidak ketahuan lagi rimbanya.
            Saya tidak menyesali jumlah nominal yang hilang, namun kok sampai segitu teganya manusia hari ini, infaq masjid untuk keperluan ummat pun digarap untuk kepentingan pribadi. Dan ini ternyata bukan di tempat saya saja, ternyata hampir disetiap masjid sering kehilangan kotak infak.
Tak hanya kotak infak, Sandal/sepatu juga menjadi sasaran empuk bagi para maling kelas teri ketika hari jum’at. Terlalu.
            Kalau di masjid saja orang berani mencuri, apa tah lagi ditempat lain. Maka tidak usah terlalu heran dengan fenomena pejabat yang korupsi hari ini, yang semakin hari kian menjamur.
            Mungkin benar seperti yang dikatakan oleh Prof. Abdullah Syah ketua umum MUI Sumatera Utara, bahwa “manusia hari ini lapar. Yang lapar bukan hanya perutnya, tapi hati dan jiwanya juga lapar, sehingga tak kenal tempat lagi kalau hendak melakukan maksiat”.  
            Kalau perut lapar mungkin hanya dengan makan dan minum dapat teratasi. Tetapi jika hati dan jiwa yang lapar dengan apa mengobatinya???
            Ya, begitulah fenomena ummat hari ini, semakin jauh dari harapan, daerah yang mayoritas muslim, ternyata tidak dapat menjadi contoh masyarakat yang baik. Malah terkadang situasinya sangat kontras, bahwa di daerah yang minoritas beragamalah yang justru menerapkan ajaran orang-orang yang beragama. Kebersihan, kedisiplinan, ketertiban, tanggung jawab, budaya antri justru lebih diamalkan oleh Negara-negara yang tidak terlalu fanati dalam beragama.
            Sehingga boleh saja kalau saya berspekulasi melanjutkan statement Syekh Muhammad Rasyid Rida tadi : “ Di barat saya tidak melihat Muslim, tapi saya melihat Islam”. “Di Indonesia/(red. Medan) saya melihat muslim tapi saya tidak melihat Islam”.
            Untuk merubah situasi ini sangat sulit, tapi bukan tidak mungkin. Dengan menamkan dan menguatkan kembali nilai-nilai ajaran agama kepada anak-anak kita. Nilai-nilai  keIslaman bukan hanya diajarkan disekolah/Madrasah saja, atau hanya diajarkan di masjid saja. Tetapi bagaimana mereka mampu menerapkan didalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak generasi berikutnya dapat lebih baik dari kita hari ini.
Semoga.