Minggu, 24 Maret 2024

Puasa dan Kontrol Sosio-Spiritual

 


Fungsi keempat atau yang terakhir dari manajemen ada pengawasan (controling), pada tahap ini program kerja yang telah direncanakan, telah dibagi siapa penanggungjawabnya, dan telah dilaksanakan, maka kemudian dibutuhkan pengawasan. Setidaknya pengawasan dibutuhkan untuk dua hal: pertama memastikan semua pekerjaan berjalan dengan baik dan sesuai rencana, serta yang kedua untuk mengevaluasi dan mengambil langkah berikutnya, barang kali ada kelemahan yang perlu diperbaiki dan kelebihan yang penting dijaga dan ditingkatkan.

Pengawasan sebaiknya dilakukan langsung oleh pucuk pimpinan tertinggi dalam sebuah organisasi. Mengapa? Oleh karena orang-orang yang diawasi tentu akan merasakan keterlibatan pimpinan secara langsung, dengan demikian mereka akan merasa segan jika ada niat untuk main-main dalam bekerja, jangankan main-main, berniat saja pun bawahan akan segan dengan sendirinya. Pada saat yang sama, pimpin dapat mengetahui realitas di lapangan, pimpinan tau aspek mana yang kurang dan bagaimana strategi antisipasinya. Ini akan berbeda jika pimpinan memberikan tugas pengawasan kepada salah satu bidang tertentu. Pimpinan tidak akan merasakan langsung apa yang sesungguhnya terjadi. Bahkan peluang untuk berbuat curang sangat potensial terjadi.

Dalam konteks orang yang berpuasa, secara otomatis mereka menyadari seperti ada yang sedang mengawasi. Itulah mengapa kriminalitas saat bulan suci ramadan relatif berkurang dibanding dengan bulan lainnya. Sebab tingginya kesadaran ketuhanan seseorang sedang berada pada puncaknya. Secara personal ini tentu bisa dirasakan. Orang yang puasa cenderung mengontrol diri dari hal-hal yang diharamkan. Jangankan hal yang diharamkan, terhadap hal yang diperbolehkan saja, ia mampu menahan sampai waktunya benar-benar tiba.

Secara sosial puasa juga berhasil menertibkan masyarakat. Ada perasaan segan yang cukup tinggi saat bulan ramadan tiba. Jangankan untuk berbuat yang diharamkan, hal-hal yang dibolehkan juga dijaga betul. Misalnya rumah makan yang digunakan oleh Mereka yang tidak puasa, ditutup, dibuat tersembunyi atau disamarkan. Sekadar untuk menghormati orang yang berpuasa. Demikian juga toleransi antara umat beragam terasa sangat harmonis. Mereka yang tidak puasa justru mengambil banyak manfaat dan keuntungan dengan datangnya bulan Ramadan. Umumnya manfaat itu diperloh dari aspek perdagangan dan kuliner.

Secara spiritual, jelas orang yang berpuasa sedang mengalami religiusitas yang sangat baik, tidak ada satu bulanpun yang mampu menyadarkan umat Islam sebaik bulan ramadan. Indikatornya sederhana, masjid ramai, tadarus Al-Qur'an bergema dan saling berbagi terasa dimana-mana.

Secara hakikat, umat Islam sebenarnya mempunyai keyakinan yang sangat mendasar bahwa setiap hari, terlepas dari bulan Ramadan, Mereka selalu diawasi oleh malaikat yang selalu mencatat semua amal (Raqib dan Atid). Di banyak buku-buku Ilmu Kalam disebutkan malaikat itu berada di sisi kanan dan kiri manusia, masing-masing tugasnya mencatat kenaikan dan kejahatan yang dikerjakan manusia sejak ia bangun tidur sampai tidur kembali. Akumulasi dari catan inilah yang kemudian di akhirat yang akan menjadi penentu apakah seseorang itu akan beruntung atau celaka. Dipastikan tidak ada satu amalpun yang luput dari pantauan malaikat. Agaknya ini lebih kejam dari apa yang disebut sebagai Pengawasan Melekat (Waskat), sebuah sistem kontrol kerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang pernah populer di era orde baru.


Sabtu, 23 Maret 2024

Puasa dan Profesionalisme dalam Bekerja

 


Fungsi ketiga dari manajemen adalah pelaksanaan, implementasi atau aktualisasi terhadap perencanaan yang sudah didesain sebelumnya. Pelaksanaan merupakan kunci terpenting dalam fungsi manajemen. Sehebat apapun perencanaan yang telah dilakukan, sehebat apa pula orang-orang yang sudah ditunjuk menjadi penanggung jawab, maka semua itu hanya sekadar omong kosong jika tidak ada penyelesaian.

Setidaknya ada tiga prinsip dalam melaksanakan sebuah pekerjaan: bertanggungjawab, disiplin dan konsisten.

Tanggungjawab merupakan penghayatan penuh terhadap sebuah pekerjaan dan menyelesaikannya tepat waktu dan hemat waktu (efektif dan efisien). Tidak cukup sampai disitu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga dijelaskan bahwa indikator lain dari tanggung jawab adalah menuntaskan pekerjaan dengan sungguh-sungguh.

Dalam konteks puasa, penting bagi orang yang melakukannya untuk menghayati apa sebenarnya esensi puasa itu. Apakah hanya sekadar memindahkan jadwal makan, atau hanya sekadar berlapar-lapar di siang hari? Tentu tidak. Dibalik itu semua terselip tanggungjawab moral dan spiritual. Secara moralitas puasa harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sedang dalam kondisi lapar: sedih dan tersiksa. Secara spiritual puasa juga harus mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, sebab secara psikologi orang yang lapar menginginkan ada keajaiban yang bisa menolongnya. Dengan demikian, kesadaran religius seseorang yang sedang dalam keadaan berpuasa sebenarnya sedang mencapai titik puncak.

Sedangkan disiplin merupakan sikap menaati peraturan atau sportif. Disiplin juga sering dikaitkan terhadap penghormatan terhadap waktu. Orang Amerika bilang "Time is money", sedikit waktu yang terbuang, akan menyebabkan kerugian yang tak berbilang. Orang Arab bilang, "Alwaqtu kassyaif", waktu ibarat pedang, jika tidak bisa maksimal menggunakannya, engkau yang kemudian akan terluka karnanya.

Dalam konteks puasa, disiplin memang sangat dilatih sejadi-jadinya. Disiplin makan-minum, makanan yang halal, milik kita sekalipun tidak bisa serta-merta dinikmati, ada rentang waktu yang sudah diatur. Demikian juga dengan disiplin waktu beribadah, lihatlah di jadwal imsakiyah, bahkan jam dan menitnya lengkap tertera. Disiplin berbicara juga, sehingga dilarang bagi orang yang sedang berpuasa berkata-kata hal yang bukan hanya kasar, tetapi juga yang tidak ada manfaatnya. Agama bahkan menganjur supaya terhindar dari perilaku yang tidak berguna, lebih baik tidur. Tidurnya itu akan dinilai sebagai ibadah.

Adapun konsisten adalah usaha yang dilakukan secara kontinuitas atau berkesinambungan. Dalam ilmu manajemen, kontinuitas mutlak dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dan dalam rangka mewujudkan perubahan. Tidak satupun pakar yang ada hari ini muncul dengan tiba-tiba. Semua melalui proses panjang yang konsisten.

Agama mengenal istilah konsisten dengan istilah Isqikomah, yakni beramal secara terus-menerus. Nabi bahkan menekankan pentingnya sifat konsisten dalam beramal, sehingga amalan yang paling dicintai nabi adalah amalan yang konsisten meskipun secara kuantitas jumlahnya sedikit.

Puasa menuntut umat Islam agar memiliki perilaku yang konsisten. Sebulan penuh melaksanakan puasa, sebenarnya esensinya agar dijaga untuk sebelas bulan selanjutnya. Dengan demikian, "Beramal hangat-hangat tai ayam", sangat tidak dianjurkan. Maksudnya beramal hanya semangat ketika dipermulaan, tetapi sunyi bahkan malas menjelang akhir puasa tidak dibenarkan. Hal semacam ini menjadi bukti betapa tidak konsistennya seseorang dalam beribadah.


Rabu, 13 Maret 2024

Ramadan dan Pendelegasian Tugas

 


Setelah perencanaan, fungsi manajemen yang kedua adalah pengorganisasian. Dalam  definisi yang sederhana, pengorganisasian dimaknai dengan pembagian tugas, "siapa mengerjakan apa". Dengan demikian, rencana yang sudah disusun, harus ditentukan siapa orang yang bertanggung jawab menyelesaikannya. Tentu saja harus sesuai dengan kompetensi masing-masing. Itulah mengapa di setiap instansi selalu ada asisten, staf ahli, kepala bidang, dan apalah namanya yang fungsi mereka sama, yakni sewaktu-waktu mendapatkan tugas dari atasan harus siap.

Dalam konteks ibadah Ramadan, banyak hal yang sudah kita rencanakan sebelumnya, baik yang bersifat rutinitas keduniawian maupun dalam rangka menabung pahala menghidupkan berbagai amaliah puasa. Tentu saja tidak akan maksimal jika mengerjakan dua hal secara bersamaan dan dalam waktu yang sama pula. Karena itu lah penting mendelegasikan tugas-tugas yang sebenarnya tidak terlalu substantif. Dalam hal ini, agaknya rutinitas duniawi, mana yang mungkin diwakilkan, wakilkan saja. Agar momentum panen pahala ini dapat dimaksimalkan.

Tulisan ini tentu tidak bermaksud untuk mendikotomi kepentingan dunia dan akhirat. Sebab dua-duanya harus mendapat porsi yang seimbang. Akan tetapi, momentum sebulan ini hendaknya dijadikan untuk lebih tendensius kepada orientasi akhirat.

Indikatornya jelas, hampir di semua instansi melakukan perubahan jam kerja. Jam masuk lebih lama dan pulang lebih awal. Pesan pentingnya adalah agar orang-orang yang berpuasa bisa tetap fokus beribadah. Bukankan secara kuantitatif ini juga hanya sebulan, sebelas bulan sebelumnya atau sesudahnya kita kembali lagi bekerja mengejar dunia, menuju kampung akhirat yang lebih kekal dan abadi.


Selasa, 12 Maret 2024

Manajemen Ibadah Ramadan

 

Ada teori sederhana yang sering dikemukakan oleh pakar manajemen: “Berhasil merencanakan, berarti merencanakan keberhasilan. Gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan”. Pesan penting yang ingin disampaikan dari dua premis tersebut adalah pentingnya planning. Fungsi pertama manajemen adalah perencanaan. Itulah mengapa di banyak instansi ada satu bidang yang mengurusi bagian perencanaan, bidang inilah kemudian yang mengatur seluruh program kerja, target, pencapaian dan lain sebagainya. Pada skala yang lebih kecil, setiap orang juga sebenarnya menggunakan prinsip perencanaan yang lebih detail. Hanya saja tidak tercatat dan tidak serumit seperti praktik yang ada pada sebuah instansi.

Penulis sendiri banyak menemukan orang-orang yang bahkan sejak jauh-jauh hari sudah membuat rencana untuk meliburkan semua aktivitas keduniawian saat Ramadan tiba, mereka hanya fokus beribadah saja. Sebagian besar diantara mereka biasanya adalah para Pedagang Rumah Makan. Terlalu ekstrem memang, tetapi semangatnya itu perlu diacungi jempol.

Yang lebih nyata dari itu, coba perhatikan anak-anak, biasanya pada level SD, setiap malam Ramadan mereka membawa buku catatan amal. Isinya adalah rekaman ibadah salat dan Qiyamullail lengkap dengan judul, sedikit inti sari dan tanda tangan ustaznya. Di bawahnya ada tanda tangan orang tua dan diperiksa oleh guru agamanya di sekolah. Meskipun kelihatannya amatiran, tetapi sebagai sarana pembelajaran dan manjemen waktu beribadah, kebiasaan tersebut sangat baik dan perlu diapresiasi.

Apa kaitan antara manajemen dan bulan suci Ramadan. Jelas ada. Banyak yang sudah menyusun rencana sebulan kedepan akan melakukan apa. Macam-macam bentuknya, sesuai dengan profesi masing-masing. Ada orang yang berniat ingin mengkhatamkan Al-Qur’an setidaknya satu kali dalam sebulan ini. Ada juga yang berniat melaksanakan tarawih setiap malamnya di masjid. Ada pula yang sudah berencana berinfak dengan nominal tertentu selama sebulan kedepan, sedekah makanan dan lain sebagainya.

Rencana-rencana tersebut tentu sangat baik, setidaknya akan menjadi guidance dalam beramal, konsisten sekaligus terukur. Dalam bahasa agama, perencanaan identik dengan niat. Nabi berpesan bahwa: “Semua amal tergantung kepada niatnya, dan orang akan mendapatkan seperti apa yang ia niatkan”. Tidak satupun rukun ibadah yang tidak didahului dengan niat. Artinya, nawaitu menjadi sangat signifikan dalam keberterimaan amal di sisi Tuhan.

Dalam konteks puasa, jelas sekali niat menjadi salah satu rukun setelah berupaya menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak dari terbit fajar sampai tenggelam matahari. Bahkan Nabi juga berpesan: “Man shama ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahuma taqaddama min dzambih”. Siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan perhitungan yang baik, akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Penulis cenderung memahami kata ihtisab pada Hadis tersebut dengan manajemen. Jadi kira-kira maknanya, siapa yang berpuasa dengan penuh keyakinan dan manajemen puasa yang baiklah yang akan mendapatkan nilai dari puasa yang ia kerjakan.

Pastilah ini hanya pemaknaan reflektif semata. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana orang yang berpuasa untuk tidak hanya sekadar berpuasa. Tetapi lebih dari itu, punya schedule amal yang jelas, punya manajemen ibadah yang terukur.

Semoga.


Rabu, 12 April 2023

Puasa dan Kesalehan Sosial

 


Puasa merupakan ibadah yang sangat rahasia. Sangking rahasianya Allah mengatakan dalam Hadis Qudsinya bahwa: "Puasa untukku dan Aku yang akan membalasnya". Selain rahasia, puasa juga merupakan ibadah yang sangat individual, karena hanya seorang hamba dan Allah saja yang tahu.

Tetapi, di balik kesalehan individual yang diharapkan dari puasa, ada banyak nilai-nilai kesalehan sosial dari serangkaian ibadah puasa itu. Misalnya, ketika berbuka puasa, dianjurkan untuk membagi bukaan puasa kepada jiran tetangga, atau orang-orang yang membutuhkan. Sehingga, ada Hadis populer yang dapat dijadikan sandaran dalam hal ini, bahwa Nabi pernah berkata pahala orang yang memberikan makanan bukaan puasa sama dengan pahala orang yang berpuasa. Tentu kadar kesamaan pahala di sini masih perlu diperdebatkan. Tetapi intinya, anjuran berbagi sebagai bentuk kesalehan sosial sangat dikehendaki dari kasus ini.

Berikutnya, pelanggaran terhadap syariat puasa akan dikenakan denda dengan memerdekakan Hamba Sahaya atau puasa selama dua bulan berturut-turut lamanya, atau jika tidak sanggup dapat dengan memberikan makan orang 60 orang miskin. Dari tiga denda ini, dua di antaranya bersifat sosial.

Bagi orang-tertentu yang tidak bisa melaksanakan puasa, misalnya sangat tua renta, atau para pekerja berat yang berhalangan melaksanakan puasa, dapat diganti dengan fidyah dengan memberi makan fakir miskin. Ini pun alternatif yang sangat mulia dan sifatnya sosial.

Sampailah pada penghujung Ramadan, menjelang pelaksanaan salat Idul Fitri, ada satu ibadah sosial yang wajib dikerjakan setiap muslim yang masih hidup, yaitu zakat fitrah. Memberikan 2,5 atau 2,7 kg makan pokok kepada panitia pengumpul zakat, untuk kemudian dibagi kepada delapan asnab (fakir, miskin, petugas zakat (‘Amil), mualaf, orang-orang yang berhutang (gharim), hamba sahaya (budak), mereka yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah) dan musafir kelana dengan tujuan yang positif (Ibnu Sabil).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa puncak dari ibadah puasa yang sifatnya individual, akan melahirkan ibadah atau amalan-amalan yang berdampak pada aspek sosial.

Tentu lah, tidak hanya zakat fitrah saja, masih ada zakat harta (maal), ada juga infak, sedekah dan wakaf yang banyak orang melakukannya selama bulan Ramadan karena mengharap berkah dan pahala yang berlipat ganda. Itu semua dilakukan dalam rangka mewujudkan ibadah sosial yang manfaatnya bisa dirasakan secara langsung oleh orang banyak.

Selasa, 11 April 2023

Ramadan Bulan Bersyukur

 


Setidaknya ada dua hal yang perlu disyukuri saat seseorang sedang berpuasa. Pertama, puasa yang dikerjakan itu sebentar. Lebih kurang 13 jam saja. Berbeda dengan negara-negara lain yang bahkan sampai 18 jam. Tidak itu saja, cuacanya juga ekstrim, kalau tidak terlalu dingin, kelewat panas.

Dibandingkan dengan umat terdahulu, ada di antara mereka yang puasanya 40 hari 40 malam, tanpa ada jeda waktu. Ada yang satu hari berpuasa, satu hari berbuka. Ada pula yang puasa khusus tidak berbicara, dan masih banyak lagi.

Kebanyakan dari orang yang berpuasa itu, setelah melampaui 13 jam lebih kurang, mereka akan makan seperti biasa, bahkan frekuensinya melebihi dari biasa. Artinya, puasa yang dilakukan hanya perlu menahan untuk beberapa waktu saja. Setelah itu, bebas mau makan apa pun yang diinginkan.

Jauh di sana ada saudara-saudara kita yang relatif sama pola makannya baik saat puasa maupun di luar puasa, mereka hanya makan dua atau satu kali saja, sederhana, ala kadarnya. Kalau melihat ini, pantaslah kita bersyukur.

Yang kedua, cobalah renungkan: apa yang tidak dikasi Tuhan untuk kita?. Rasanya semua yang pernah diminta sudah diberi. Kalau pun ada yang belum diberi, mungkin belum pantas kita miliki, atau masih ditunda Allah. Mungkin sebentar lagi juga akan datang.

Melalui perenungan yang mendalam, puasa ini menyadarkan kita, ada semacam bisikan batin yang menegur betapa kita harus bersyukur sebanyak-banyaknya. Sebab, nikmat Tuhan mana lagi yang belum kita nikmati?.

Minggu, 09 April 2023

Ramadan Bulan Berdoa

 


Ada dua situasi yang akan Allah kabulkan doa seorang hamba: ketika terzalimi dan saat berpuasa. Hati-hati saat menzalimi orang, kalau bisa jangan pernah berniat apalagi melakukannya. Sekalipun orang yang dizalimi itu tidak membalas, tapi hatinya mengutuk, menyumpah serapah dan besar kemungkinan doanya akan didengar Allah.

Banyak-banyak lah berdoa ketika berpuasa, terutama saat berbuka. Jangan berhenti pada lafal Allahumma laka sumtu..., tambah lagi, minta sebanyak-banyaknya. Sekiranya ada hal penting atau hajat yang belum kesampaian, fokuskan doanya, tingkatkan frekuensinya. Insyallah.

Memang, cara Allah mengabulkan doa bermacam-macam. Ada yang langsung diberi, cash. Sebab yang memintanya sangat butuh. Ada pula yang lama baru diberi, sebab sipeminta belum layak menerimanya.

Ada juga yang ditunda sampai ke akhirat kelak, di dunia ini sama sekali tidak dikabulkan. Tetapi siapa sangka, doa-doa yang tertunda itu akan dikonversi menjadi pahala kebaikan yang akan dipanen oleh seorang hamba itu. Sehingga nanti, di akhirat kelak ada seorang yang merasa heran dengan amalannya yang sangat banyak, jauh dari perkiraannya. Semula ia menduga pastilah ia akan masuk neraka, oleh karena selama di dunia kejahatan yang dilakukan lebih banyak dari kebaikan.

Tetapi, saat hari penentuan itu tiba, Allah menakdirkannya masuk ke dalam surga. Tahu mengapa? Sebab ia sabar menanti doanya, kesabarannya itu kemudian diakumulasi menjadi pahala yang tak terhingga dan menyebabkannya masuk surga.

Ramadhan ini bulan memperbanyak doa, minta lah apa saja, jangan lupa minta sesuai skala prioritas, sesuai dengan kebutuhan. Semakin sering didoakan, semakin besar peluangnya dikabulkan.